Skip to main content

Naskah Akademik RUU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)

Ahmad Dawam
Administrasi Publik UNTAG Semarang
Sistem Administrasi Negara



NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
APARATUR SIPIL NEGARA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Aparatur Negara Republik Indonesia terdiri dari 4,7 juta pegawai aparatur sipil
negara, 360.000 anggota Polri, dan 330.000 anggota TNI. Semuanya
merupakan modal Bangsa dan Negara yang harus selalu dijaga dengan baik,
dikembangkan, dan dihargai. Manajemen sumber daya aparatur sipil negara
merupakan salah satu bagian penting dari pengelolaan pemerintahan negara
yang bertujuan untuk membantu dan mendukung seluruh sumber daya
manusia aparatur sipil negara untuk merealisasikan seluruh potensi mereka
sebagai pegawai pemerintah dan sebagai warga negara. Paradigma ini
mengharuskan perubahan pengelolaan sumber daya tersebut dari perspektif
lama manajemen kepegawaian yang menekankan hak dan kewajiban individual
pegawai menuju pespektif baru yang menekankan pada manajemen
pengembangan sumber daya manusia secara strategis (strategic human
resource management) agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil negara
unggulan selaras dengan dinamika perubahan misi aparatur sipil negara.
Perubahan tersebut memerlukan manajemen pengembangan sumber daya
manusia aparatur negara agar selalu maju dan memiliki kualifikasi dan
kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsi
pemerintahan dan pembangunan selaras dengan berbagai tantangan yang
dihadapi bangsa Indonesia. Untuk memberikan landasan hukum bagi
manajemen pengembangan sumberdaya manusia aparatur negara tersebut
diperlukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

1. Landasan Filosofis
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 4 ayat (1) menetapkan Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar. Artinya,
Presiden merupakan penyelenggara Negara yang tertinggi. Dalam
menjalankan pemerintahan Negara, kekuasaan dan tanggungjawab
sepenuhnya berada pada Presiden.
Dalam Alinea Kedua UUD NKRI Tahun 1945 dicantumkan tugas
konstitusional Pemerintah Negara Republik Indonesia adalah ..
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial .
Pemerintahan Negara yang diperintahkan oleh UUD NKRI Tahun 1945
adalah pemerintahan demokratis, desentralistis, bersih dari praktek KKN,
serta yang mampu menyelenggarakan pelayanan publik secara adil.
Ketentuan tentang bentuk pemerintahan seperti tersebut tertuang dalam
berbagai Undang-Undang sebagai pelaksanaan dari UUD NKRI Tahun
1945 yang merupakan sublimasi cita-cita luhur bangsa sebagaimana
tercantum dalam UUD NKRI Tahun 1945 tentang tata pemerintahan yang
baik atau good governance. Untuk menyelengarakan pemerintahan seperti
tersebut perlu dibangun aparatur negara yang profesional, bebas dari
intervensi politik, bersih praktek KKN, berintegritas tinggi, serta
berkemampuan dan kinerja tinggi.

2. Landasan Yuridis
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 yang telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok Pokok Kepegawaian yang
mengatur tentang manajemen kepegawaian Negara yang disusun
berdasarkan kerangka pemikiran bahwa pegawai sebagai individu dan
sebagai korp adalah bagian integral dari pemerintahan Negara. Karena itu
setiap pegawai sipil dituntut agar memiliki loyalitas penuh kepada
pemerintah Negara. Ketentuan seperti tersebut dipandang tidak sesuai lagi
dengan pemerintahan yang semakin demokratis dan desentralistis,
pemerintahan yang semakin terbuka, serta ekonomi yang semakin
kompetitif.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 sudah mengamanatkan
pembentukan Komisi Kepegawaian Negara sebagai otoritas independen
untuk menjaga profesionalitas, netralitas, dan apolitisasi SDM Aparatur
Negara. Namun, karena berbagai kesibukan Pemerintah, 12 (dua belas)
Tahun setelah diamanatkan oleh Undang-Undang, Komisi independen
tersebut belum dibentuk. Sementara Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Negara, dan
Lembaga Administrasi Negara semakin terkungkung oleh rutinitas dan
kurang mampu menjadi pendorong reformasi aparatur negara. Reformasi
birokrasi yang dilaksanakan oleh beberapa kementerian dan lembaga non
kementerian sejak 2008 lebih merupakan inisiatif bottom up oleh para
pimpinan kementerian tersebut, bukan karena adanya suatu kebijakan
nasional reformasi aparatur Negara. Undang-Undang ini merupakan
ketetapan pokok pokok bagi pengaturan manajemen kepegawaian bagi
seluruh aparatur Negara yang mendapat gaji dari Negara, di samping
secara khusus mengatur mengenai aparatur sipil Negara.
Sementara desentralisasi kepegawaian yang diamanatkan oleh Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 dalam perkembangannya telah
dilaksanakan dengan semangat yang berbeda dan telah menyimpang dari
semangat yang mendasari desentralisasi kepegawaian. Pembentukan PNS
Daerah pada Undang-Undang tersebut pada esensinya adalah untuk
mendelegasikan kewenangan kepada pemerintah daerah agar mampu
menyesuaikan jumlah dan mutu pegawai daerah dengan fungsi dan tugas
pemerintah daerah. Tapi dalam kenyataan, setelah pelaksanaan
desentralisasi kepegawaian sejak Tahun 2000, dari 497 (empat ratus
sembilan puluh tujuh) kabupaten dan kota dan 33 (tiga puluh tiga) provinsi,
hampir tidak ada yang melaksanakan manajemen kepegawaian dengan
semangat seperti yang diharapkan, yaitu mengangkat pegawai yang jumlah,
komposisi dan kualifikasinya sesuai dengan beban tugas dan fungsi daerah.
Sebaliknya, setiap tahun formasi calon PNS yang diberikan kepada
kabupaten dan kota berjumlah 250 orang. Pada provinsi mungkin mencapai
2 (dua) kali jumlah tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Internasional
Adgers, Norwegia (Kristiansen, 20091) dan oleh Bank Dunia melalui proyek
Decentralization Support Fund (20112), menunjukkan adanya praktek jual
beli formasi pegawai antara oknum oknum otoritas kepegawaian di Pusat
dengan para pimpinan daerah. Formasi yang diperoleh dengan modal
Rp5 10 juta per pegawai tersebut kemudian dijual oleh Pejabat Yang
Berwenang di daerah dengan harga berlipat lipat lebih mahal, berkisar
antara Rp75 juta sampai dengan Rp150 juta tergantung dari jabatan.
Praktek perdagangan calon pegawai ini selain bernilai sangat besar, sekitar
Rp20 sampai 25 triliun per tahun, juga telah merusak sendi-sendi moralitas
pegawai aparatur sipil Negara. Praktek perdagangan jabatan terjadi juga
dalam pengisian posisi kepala Satuan Kerja Pemerintah Daerah dan
pengisian posisi jabatan poliitik lokal.

3. Landasan Sosiologis
Publikasi Bank Dunia yang baru saja dirilis, Investing in Indonesia s
Institutions for Inclusive and Sustainable Development menunjukkan
konsekuensi dari tranformasi Indonesia menjadi negara berpendapatan
menengah. Permintaan masyarakat akan pelayanan publik bermutu, dan
cepat akan mengalami peningkatan. Untuk merespon the rising demand
tersebut sektor publik harus mampu menyediakan pelayanan publik yang
diperlukan masyarakat pendapatan menengah, seperti infrastruktur yang
lebih baik, transportasi publik lebih baik, perpanjangan pendidikan wajib
menjadi 12 (dua belas) tahun, pendidikan tinggi berkualitas internasional,
pelayanan kesehatan standar internasional, dan sistem jaminan sosial yang
memadai, termasuk sistem asuransi kesehatan untuk membiayai pelayanan
kedokteran yang lebih modern. Reformasi aparatur negara yang lebih cepat
diperlukan untuk membangun kapasitas public service, Indonesia
menyediakan pelayanan publik yang lebih tinggi yang memerlukan tingkat
pertumbuhan ekonomi tinggi.
Sebagai bangsa berpendapatan menengah dan memiliki tingkat pendidikan
semakin tinggi, serta mempunyai kehidupan politik yang semakin
demokratis yang rakyatnya punya kesadaran politik semakin tinggi. Dalam
kondisi seperti tersebut masyarakat Indonesia akan menuntut pelayanan
publik yang semakin baik, semakin terjangkau dan bermutu tinggi, antara
lain pelayanan pendidikan dan pelayanan kesehatan bermutu tinggi, sarana
dan prasarana transportasi yang lebih baik, dan saran komunikasi yang
state of the art. Untuk mememenuhi tuntutan pelayanan publik yang setara
dengan negara maju lainnya sangat diperlukan aparatur negara yang
profesional, mampu menggalang kemitraan dengan pihak swasta,
berkinerja tinggi, akuntabel, bersih dari raktek KKN, sehingga perlu dijamin
tingkat kesejahteraannya.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian
Negara menetapkan penerapan sistem kepegawaian berbasis karir yang
menekankan pada hak, kewajiban, tugas, dan tata cara pengelolaan pegawai
negeri sipil secara individu guna membangun SDM Aparatur Negara dengan
manajemen yang tersentralisasi. Pada Tahun 1998 Indonesia mengalami krisis
ekonomi yang sangat parah sehingga harus mengadakan reformasi tata
Kristiansen, Stein. Recovering the costs of power: Corruption in local political and civil service positions in Indonesia.
Jakarta. CSIS. 2009.
Wawancara dengan peneliti, 12 Februari 2011.
pemerintahan, ekonomi, dan paradigma manajemen kepegawaian seperti
tersebut sudah ditinggalkan oleh banyak Negara karena selain tidak mampu
membangun sumber daya manusia yang profesional dan bebas dari intervensi
politik, sistem manajemen seperti tersebut menyebabkan tanggungjawab
Pemerintah dalam pembinaan pegawainya menjadi sangat besar.
Rancangan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara ini disusun dengan
landasan pemikiran yang banyak digunakan oleh negara maju yang
berdasarkan paradigma manajemen kepegawaian pertimbangan bahwa untuk
mendukung pembangunan tata kepemerintahan demokratis dan desentralistis,
serta ekonomi pasar sosial yang semakin terbuka perlu dibangun Aparatur Sipil
Negara yang memiliki kekuatan dan kemampuan yang semakin tinggi dan
semakin mampu melaksanakan pencapaian tujuan dan program politik
pemerintah.
Kebijakan restrukturisasi ekonomi yang ditempuh Pemerintah sejak Tahun
1998 telah berhasil membangun ekonomi nasional yang lebih terbuka yang
mampu menciptakan ekonomi nasional semakin baik dengan pertumbuhan
PDB 5 5.5% per tahun sejak Tahun 2002 sehingga berhasil mengantarkan
Indonesia masuk kembali ke dalam jajaran middle income countries (MIC). Di
bidang politik Indonesia telah mencapai prestasi yang diakui dunia karena
berhasil membangun sistem demokrasi secara aman dan damai. Sejak Tahun
2004 Presiden telah dipilih langsung oleh rakyat, dan diikuti oleh pemilihan
gubernur, bupati dan walikota. Pemilihan langsung kepala daerah diharapkan
akan mampu meningkatkan akuntabilitas kepala daerah kepada para
pemilihnya.
Namun, tidak seperti reformasi ekonomi dan reformasi politik yang berjalan
cepat, pembangunan Aparatur Negara melalui reformasi birokrasi berjalan
lamban. Pada pertengahan masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB 1)
pembangunan Aparatur Negara melalui reformasi birokrasi dilaksanakan
secara incremental, dimulai dari Kementrian Keuangan, pada Tahun 2008, dan
kemudian diperluas ke kementerian dan Lembaga Pemerintah Non
Kementerian (LPNK). Pada Tahun 2011 pelaksanaan reformasi birokrasi baru
mencakup 14 (empat belas) kementerian dan LPNK. Pemerintah
mengharapkan pada Tahun 2014 semua instansi pusat dan daerah sudah
menjalankan reformasi birokrasi di instansi masing masing. Tetapi karena
dilaksanakan secara instansional cukup banyak komponen aparatur negara
yang tidak tersentuh dan tidak mengalami perubahan mendasar. Salah satu
komponen aparatur Negara yang kurang tersentuh program refofmasi masional
adalah Aparatur Sipil Indonesia (Indonesian Civil Service) yang merupakan
wadah kelembagaan bagi 4,7 juta PNS dan sekitar 1 juta pegawai tidak tetap3.
Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan di berbagai kementerian dan
pemerintah daerah mencakup 3 (tiga) elemen dasar yaitu kelembagaan,
ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia aparatur negara. Sebagai unsur
terbesar Aparatur Negara yang terdiri atas 4,7 juta PNS dan lebih kurang 1 juta
pegawai honorer pada Tahun 2009, pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN)
adalah unsur Aparatur Negara yang paling besar dan menduduki posisi penting
karena sangat menentukan penyelenggaraan pelayanan publik, dan
pelaksanaan tugas tugas pemerintahan serta pembangunan. Namun, dalam
kenyataannya, SDM Aparatur Sipil Negara, khususnya 4,7 juta personil ASN
belum mampu mencapai prestasi terbaik dalam pelaksanaan pelayanan dasar
dan dalam pelaksanaan manajemen kebijakan pemerintahan, karena belum
semua komponen pengembangan sumber daya ASN tersentuh oleh Program
Reformasi Birokrasi Nasional.
Penerapan sistem demokrasi multi partai dan sistem presidensiil yang
dilahirkan oleh Pemilu Tahun 1999 mengharuskan Presiden membentuk
pemerintahan koalisi yang cendrung tidak stabil. Karena itu untuk menjaga agar
pelayanan publik dan pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pembangunan
dapat berjalan secara kontinyu dan relatif stabil, perlu dibangun Aparatur Sipil
Negara yang profesional dan cukup independen dari struktur politik
pemerintahan negara.
Untuk menciptakan Aparatur Negara seperti tersebut perlu diadakan
adjustment dalam format Aparatur Sipil Negara dengan memisahkan secara
tegas antara jabatan politik (political positions) pada 3 (tiga) cabang
pemerintahan dengan jabatan Aparatur Sipil Negara yang harus netral dari
intervensi politik. Dalam administrasi kepegawaian Republik Indonesia
pemisahan 2 (dua) jabatan tersebut dinyatakan memisahkan antara jabatan
negara dengan jabatan profesi pada 3 (tiga) cabang pemerintahan, serta
pelarangan PNS menjadi pengurus dan anggota partai politik.
Indonesia seharusnya dapat mencapai prestasi lebih baik dalam pembangunan
tata kepemerintahan, pelayanan publik, dan pengentasan kemiskinan, tapi
terkendala oleh rendahnya kapasitas kelembagaan aparatur Negara dan sektor
swasta. Indeks Efektivitas Pemerintahan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia
sejak Tahun 2002 menunjukkan trend naik selama 3 (tiga) tahun terakhir, tapi
belum cukup signifikan. Selain itu penyelenggara pelayanan publik belum
bebas dari praktek KKN.
Pelayanan publik dasar seperti pendidikan wajib, pelayanan kesehatan dasar,
penyediaan air bersih, kebersihan, dan transportasi umum, masih jauh dari
kebutuhan masyarakat pendapatan menengah. Kinerja Indonesia dalam
pencapaian 12 (dua belas) sasaran Pembangunan Millenium menunjukkan
belum ada peningkatan kinerja pemerintahan yang cukup signifikan dalam
penyediaan pelayanan dasar. Pada Tahun 2009 Indonesia hanya berhasil
mencapai 2 (dua) sasaran, sedangkan 6 (enam) sasaran mungkin dapat
tercapai pada Tahun 2016, dan 4 (empat) sasaran sukar tercapai pada Tahun
2016. Pokoknya pada awal pemerintahan kedua Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, Indonesia belum tercatat sebagai best performer dalam
pencapaian sasaran MDGs.
Beberapa kebijakan pemerintah yang baru, misalnya Undang-Undang
Pemerintahan Daerah sudah menerapkan asas desentralisasi untuk
mempercepat upaya penciptaan kemakmuran secara adil dan merata antara
daerah dan pusat. Desentralisasi tugas dan kewenangan tersebut membawa
implikasi langsung terhadap kebijakan pembinaan dan pengembangan PNS
agar aparatur negara di pusat dan di daerah secara keseluruhan memiliki
kemampuan dan kapabilitas yang sama untuk melaksanakan tugas tugas
yang semakin berat tersebut.
Tapi desentralisasi pemerintahan yang dilaksanakan selama 10 (sepuluh)
tahun pertama Refromasi telah menciptakan suatu jaringan pemerintahan
sub nasional yang sangat besar dan kompleks, terdiri atas 33 (tiga puluh tiga)
provinsi dan 497 (empat ratus sembilan puluh tujuh) kabupaten dan kota. Untuk
memobilisasi jaringan yang besar tersebut guna mencapai sasaran saran
pembangunan nasional diperlukan Aparatur Negara yang profesional dan yang
memiliki stabilitas yang tinggi. Untuk menciptakan Aparatur Sipil Negara seperti
tersebut diperlukan netralitas, a politisasi, dan independensi yang cukup
besar.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya Publikasi Bank Dunia yang baru
saja dirilis, Investing in Indonesia s Institutions for Inclusive and Sustainable
Development menunjukkan konsekuensi dari tranformasi Indonesia menjadi
negara berpendapatan menengah. Untuk itu, Reformasi generasi kedua
diperlukan untuk membangun kapasitas semua lembaga yang bergiat disektor
publik.
Pembangunan Aparatur Negara yang dilaksanakan oleh pemerintah pasca
reformasi melalui Reformasi Birokrasi ternyata masih bersifat parsial dan tidak
menyentuh isu pokok pembangunan kapasitas kelembagaan Aparatur Negara.
Pendekatan parsial tersebut berdampak negatif pada kinerja Aparatur Negara
seperti ditunjukkan oleh berbagai indikator yang diterbitkan oleh beberapa
lembaga multilateral dan bilateral internasional. Misalnya, Indeks Efektivitas
Pemerintahan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia sejak 2002 menunjukkan
trend naik selama 3 (tiga) tahun terakhir, tapi belum cukup signifikan.

1. Efektivitas Pemerintahan Masih Rendah
Indeks Efektivitas Pemerintahan Indonesia menunjukkan peningkatan dari
37,0 pada Tahun 2005, menjadi 38,9 pada Tahun 2006, dan 41,7 pada
Tahun 2007. Indeks ini menunjukkan peningkatan kemampuan pemerintah
untuk menyelenggarakan pelayanan publik dan membuat kebijakan yang
paramater pengukurannya meliputi kualitas pelayanan publik, kualitas
birokrasi, kompetensi aparat pemerintah, dan independensi PNS terhadap
tekanan politik. Keseluruhan indeks tersebut mencerminkan kapasitas
kelembagaan birokrasi pemerintah.

2. Pelayanan Publik Semakin Tertinggal Oleh Keperluan Publik
Penyelenggara pelayanan publik yang merupakan salah satu kewajiban
konstitutional Pemerintah ternyata belum bebas sepenuhnya dari praktek
ekonomi biaya tinggi dan praktek KKN yang belakangan ini terungkap dari
kasus makelar hukum, makelar pajak, serta makelar lainnya.
Pelayanan publik dasar, antara lain transportasi publik, pendidikan wajib,
pelayanan kesehatan, penyediaan air bersih, kebersihan, dan
telekomunikasi, belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
pendapatan menengah, baik secara kuantitatif dan kualitatif.
Kinerja Indonesia dalam pencapaian 12 (dua belas) sasaran Pembangunan
Milenium menunjukkan kurang mampunya birokrasi aparatur negara itu.
Pada 2009 Indonesia hanya berhasil mencapai 2 (dua) sasaran, sedangkan
6 (enam) sasaran mungkin dapat tercapai pada 2016, dan 4 (empat)
sasaran sukar tercapai pada Tahun 2016. Pokoknya pada awal
pemerintahan kedua Presiden SBY, Indonesia belum tercatat sebagai best
performer dalam pencapaian sasaran MDGs.
Untuk mempertahankan secara berkelanjutan prestasi yang telah dicapai
dalam pembangunan demokratisasi dan untuk meningkatkan kinerja
ekonomi nasional, sangat diperlukan peningkatan kapasitas kelembagaan
Aparatur Sipil Negara yang berkemampuan tinggi dalam reformasi
kepemerintahan, menyelenggarakan pelayanan publik bermutu, dan
mempersempit disparitas kemiskinan yang semakin lebar antar daerah.
Peningkatan kapasitas tersebut hanya dapat terjadi bila Pemerintah
mengadakan reformasi sistem manajemen SDM Aparatur Negara dalam
waktu 15 20 tahun ke depan.
Untuk menghasilkan Aparatur Sipil Negara seperti tersebut, Rancangan
Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara ini disusun untuk mengatur
ketentuan pokok tentang pengaturan dan pengelolaan Aparatur Sipil Negara
sebagai profesi bagi para pegawai negeri sipil yang bekerja pada semua
instansi pemerintah pusat, sekretariat lembaga Negara, sekretariat lembaga
nonkepementerian, instansi pemerintah daerah, dan perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri. Rancangan Undang-Undang ini akan menerapkan
sistem manajemen pegawai yang berbasis jabatan (position based
personnel management system) sebagai pengganti sistem manajemen
pegawai berbasis karir (career based personnel management system) yang
diterapkan melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999.

3. Kesejahteraan Pegawai Dan Pensiunan Pegawai Masih Belum
Memadai
Kesejahteraan pegawai dan kesejahteraan pensiun pegawai merupakan
bagian manajemen kepegawaian Aparatur Sipil Negara yang hendak
diperbaiki oleh melalui Rancangan Undang-Undang ini. Diharapkan dengan
menerapkan sistem penggajian skala tunggal yang berbasis kinerja,
ditambah dengan tunjangan kinerja dan tunjangan kemahalan regional,
secara bertahap akan dapat ditingkatkan kesejahteraan pegawai Aparatur
Sipil Negara. Dengan kesejahteraan yang lebih tinggi pemberantasan
praktek KKN di instansi Pemerintah dan pemerintah daerah diharapkan
semakin ditingkatkan, sehingga tercipta Aparatur Sipil Negara yang bersih
dari praktek KKN. Rancangan Undang-Undang ini juga mengusulkan
perubahan terhadap sistem pensiun pay as you go yang sangat
membebani APBN dan APBD menjadi sistem fully funded yang akan
dilaksanakan terhadap semua pegawai Aparatur Sipil Negara yang diangkat
pada 1 Januari 2012. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang diangkat
sebelum 1 Januari 2012 akan tetap menggunakan sistem pay as you go
sehingga Pemerintah tidak perlu menyediakan kapitalisasi Dana Pensiun
yang sangat besar untuk membayar kewajiban yang lalai dipenuhi
pemerintah untuk lebih kurang 2.4 juta pensiunan PNS dan untuk 4.7 juta
PNS yang masih aktif pada saat ini.

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN NASKAH AKADEMIK

1. Tujuan
Tujuan naskah akademik adalah sebagai berikut:
a. Memberikan landasan pemikiran yang obyektif dan komprehensif
tentang pokok pokok peraturan tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
b. Memberikan arah dan ruang lingkup kebijakan dalam reformasi Aparatur
Sipil Negara.
c. Sebagai landasan pemikiran tentang Profil Aparatur Sipil Negara yang
sesuai kekuatannya dengan tuntutan pemerintahan Negara yang
demokratis, desentralistis, serta berkemampuan menyelenggarakan
pelayanan publik serta tugas tugas pemerintahan dan pembangunan
yang diperlukan oleh masyarakat yang lebih makmur serta mendukung
daya saing nasional.

2. Kegunaan
Kegunaan Naskah Akademik adalah:
a. Sebagai dasar konseptual dalam penyusunan pasal pasal dan
penjelasan RUU Aparatur Sipil Negara.
b. Sebagai landasan pemikiran bagi anggota DPR dan Pemerintah dalam
pembahasan RUU Aparatur sipil Negara.
c. Sebagai rujukan bagi semua pihak, DPR, Pemerintah, serta pihak pihak
terkait dalam mereformasi Aparatur Sipil Negara.

D. METODOLOGI
Naskah Akademik ini dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:
1. Yuridis normatif melalui studi pustaka untuk menelaah sistem Civil Service
yang diterapkan diberbagai Negara baik yang berupa perundang undangan
maupun hasil hasil penelitian, pengkajian, dan referensi lainnya yang
terkait dengan manajemen sumber daya manusia aparatur Negara.
2. Yurisdis empiris yang dilakukan dengan menelaah data primer yang
dikumpulkan langsung dari para pengelola sumber daya Aparatur Sipil
Negara baik pada instansi pemerintah pusat maupun instansi pemerintah
daerah.
3. Analisis data dilakukan melalui analisis kebijakan publik.

BAB II
MANAJEMEN SUMBER DAYA APARATUR SIPIL NEGARA:
KERANGKA TEORITIS DAN EMPIRIS

A. MANAJEMEN SUMBER DAYA APARATUR SIPIL NEGARA
Dalam dua dekade ini pengelolaan pegawai dalam organisasi telah bergeser
dari pendekatan administrasi kepegawaian menjadi manajemen sumber daya
manusia. Secara ringkas Manajemen Sumber Daya Manusia adalah proses
pengadaan sumber daya paling penting bagi suatu organisasi, yaitu sumber
daya manusia, yang mencakup pengadaan sumber daya manusia yang
diperlukan organisasi untuk mencapai tujuannya, mengembangkan
kapasitasnya, memanfaatkan kapasitas dumber daya manusia yang dimiliki
untuk mencapai tujuan organisasi, mempertahankan sumber daya terbaik
dengan menerapkan sistem kompensasi yang sesuai dengan tanggungjawab
dan kinerjanya dalam organisasi, serta menjamin loyalitas kepada organisasi
melalui penyediaan jaminan kesejahteraan yang memadai baik pada saat aktif
maupun setelah pensiun.
Sejak menyatakan kemerdekaannya sampai saat ini Indonesia masih
menerapkan pendekatan administrasi personalia atau administrasi
kepegawaian dalam pengelolaan pegawai yang menjalanakan tugas tugas
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan Negara. Dalam sistem
pemerintahan yang relatif stabil dan pengelolaan sistem ekonomi nasional yang
masih tertutup dan belum banyak persaingan, sistem administrasi kepegawaian
seperti yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 juncto
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 relatif masih cukup memadai. Namun
pada sistem pemerintahan Negara yang semakin demokratis, semakin
desentralistis, dan ekonomi yang semakin terbuka, personalia yang dikelola
dengan pendekatan administrasi pegawai terasa tidak lagi mampu
mendukung sistem politik, sistem sosial, dan sistem ekonomi yang telah
mengalami perubahan fundamental sejak gelombang Reformasi melanda
Indonesia pada Tahun 1998.
Secara teoritis pendekatan Manajemen Sumber Daya Manusia (Human
Resource Management) yang dipraktekkan secara luas pada organisasi bisnis
di Indonesia dan di negara maju digunakan sebagai landasan teoritis
Manajemen Sumber Daya Aparatur Sipil Negara yang hendak ditetapkan
dengan RUU Aparatur Sipil Negara.
RUU tentang Aparatur Sipil Negara ini mengusulkan pekerjaan pada instansi
pemerintahan di tingkat nasional dan sub nasional serta perwakilan Republik
Indonesia ditetapkan sebagai profesi yang bebas dari intervensi politik, bebas
dari praktek penyalahgunaan wewenang seperti korupsi, kolusi dan nepotisme,
yang memiliki nilai nilai dasar, kode etik, standar kualifikasi dan kompetensi
tententu yang pelaksanaannya ditetapkan dengan dengan Undang Undang.
Dengan demikian Manajemen Sumber Daya Apartur Sipil Negara yang
diterapkan dalam RUU ini.
Penelitian empiris tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia pada
kurun waktu Tahun 1980 2000 telah memberikan perhatian yang amat besar
pada pengaruh praktek Manajemen SDM terhadap kinerja organisasi, antara
lain dengan variable variabel utama, peningkatan komitmen pegawai,
penurunan bolos kerja dan pindah kerja, peningkatan ketrampilan, yang
menimbulkan efek positif, yaitu meningkatya produktivitas kerja.
RUU Aparatur Sipil Negara ini menerapkan salah satu model terbaru
Management Sumber Daya Manusia yaitu Model Konfigurasional
(Configurational Model) yang mengasumsikan pentingnya kesesuaian antara
strategi organisasi dengan kebijakan dan praktek Manajemen Sumber Daya
Manusia.
Berlandaskan pada asumsi teoritis dan empiris sebagaimana diuraikan tadi,
Manajemen Sumber Daya Aparatur Sipil Negara yang diajukan dalam RUU
bertujuan untuk menciptakan sumber daya Aparatur Sipil Negara Indonesia
yang mampu mendukung secara efektif pelaksanaan strategi pelaksanaan
tugas tugas pemerintahan dan pembangunan nasional dalam rangka
mencapai tujuan Pembangunan Nasional yaitu mewujudkan Indonesia yang
Maju, Makmur dan Mandiri pada Tahun 2025.
Untuk mewujudkan Sumber Daya Aparatur Sipil Negara dengan jumlah,
komposisi, dan mutu sesuai dengan strategi pemerintahan Negara dan
pembangunan nasional sesuai dengan amanat UUD NKRI Tahun 1945, yang
dilaksanakan secara terencana dan bertahap dengan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Tahun 2005 2024, arah kebijakan dalam penciptaan tata
pemerintahan yang bersih dan berwibawa dari perspektif manajemen sumber
daya aparatur sipil Negara adalah dengan menetapkan Aparatur Sipil Negara
sebagai suatu profesi terhormat yang bebas dari intervensi politik, bebas dari
praktek KKN, dan memiliki kualifikasi dan kompetensi yang diatur dengan
peraturan perundang undangan.
RUU Aparatur Sipil Negara mengandung ketentuan ketentuan pokok tentang
manajemen profesi Aparatur Sipil Negara yang mencakup
ketentuan ketentuan mengenai norma norma dasar, etika profesi untuk
Aparatur Sipil Negara, kualifikasi dan standar kompetensi untuk tiap tiap
jabatan dalam profesi Aparatur Sipil Negara, pengadaan, pembinaan,
pemberhentian, penggajian dan kesejahteraan, dan penyelesaian sengketa
antara pegawai dan atasan, serta tata kelembagaan yang mengatur profesi
tersebut.
Unsur unsur manajemen kepegawaian yang diatur dalam RUU ASN ini
meliputi:

1. Kelembagaan Dalam Pembinaan Aparatur Sipil Negara
RUU ASN ini disusun sebagai pelaksanaan dari UUD NKRI Tahun 1945
Pasal 4 ayat (1) yang menetapkan penyelenggara tertinggi pelaksanaan
pemerintahan Negara termasuk fungsi pembinaan terhadap profesi
Aparatur Sipil Negara dan dalam manajemen pengembangan sumber daya
Aparatur Negara berada pada Presiden Republik Indonesia Dalam
pelaksanaan pembinaan TNI sebagai Aparatur Militer Negara, Presiden
mendelegasikan kewenangan administrasi dan personalia kepada Menteri
Pertahanan, dan kewenangan penggunaan kekuatan militer kepada
Panglima TNI. Dalam pembinaan Polri, Presiden mendelegasikan
kewenangannya kepada Kapolri.
Dalam pembinaan pegawai ASN, sesuai ketetapan UUD NKRI Tahun 1945
Presiden dibantu oleh Menteri, KASN, LAN, dan BKN dengan rincian: 1)
Menteri berkaitan dengan kewenangan perumusan kebijakan umum
pendayagunaan Pegawai ASN; 2) KASN berkaitan dengan kewenangan
perumusan kebijakan pembinaan profesi ASN dan pengawasan
pelaksanaannya pada Instansi dan Perwakilan; 3) LAN berkaitan dengan
kewenangan penelitian dan pengembangan administrasi pemerintahan
negara, pembinaan pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN, dan
penyelenggaraan Akademi Aparatur Sipil Negara; dan 4) BKN berkaitan
dengan kewenangan pembinaan manajemen Pegawai ASN,
penyelenggaraan seleksi nasional calon Pegawai ASN, pembinaan Pusat
Penilaian Kinerja Pegawai ASN, pemeliharaan dan pengembangan Sistem
Informasi Pegawai ASN, dan pembinaan pendidikan fungsional analis
kepegawaian.
Menteri berwenang menetapkan kebijakan pendayagunaan Pegawai ASN
sebagai berikut: a) menetapkan analisis keperluan Pegawai ASN untuk
semua Instansi dan Perwakilan; b) menetapkan klasifikasi jabatan Pegawai
ASN; c) menetapkan skala penggajian dan tunjangan Pegawai ASN; d)
menetapkan sistem pensiun Pegawai ASN; e) melakukan pemindahan
Pegawai ASN antar-jabatan, antar-daerah, dan antar Instansi; f)
memberhentikan Pegawai ASN yang diangkat sebagai Pejabat Negara dari
jabatan organik ASN; g) mengaktifkan status kepegawaian Pegawai ASN
yang telah menyelesaikan tugas sebagai Pejabat Negara; h) mengangkat
kembali Pegawai ASN yang telah menyelesaikan masa bakti sebagai
Pejabat Negara pada jabatan ASN; i) menindak Pejabat yang Berwenang
atas penyimpangan terhadap tata cara manajemen Pegawai ASN yang
ditetapkan dengan peraturan perundangundangan; dan j) mengoordinasi
pelaksanaan tugas BKN dan LAN.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) merupakan lembaga negara yang
bersifat mandiri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari
campur tangan dan/atau intervensi kekuasaan negara. KASN dimaksud
berwenang: a) menetapkan peraturan mengenai kebijakan pembinaan
profesi ASN; b) melakukan pengawasan pelaksanaan peraturan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c) melakukan penyelidikan terhadap
dugaan pelanggaran peraturan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan
d) melakukan manajemen kepegawaian (Aparatur) Eksekutif Senior. Selain
wewenang di atas, KASN berwenang menyampaikan saran kepada
Presiden, Menteri, kepala daerah, atau pimpinan penyelenggara negara
lainnya guna perbaikan dan peningkatan kekuatan dan kemampuan ASN.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) berwenang: a) melakukan kegiatan
pengkajian; b) merencanakan dan menyelenggarakan pembinaan
pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan kapasitas ASN; dan c)
menyelenggarakan Akademi Aparatur Sipil Negara.
Adapun Badan Kepegawaian Negara (BKN) berwenang menyelenggarakan
pembinaan manajemen kepegawaian ASN, seleksi nasional calon Pegawai
ASN, menyelenggarakan Pusat Penilaian Kinerja Pegawai ASN, dan
pembinaan pendidikan fungsional analis kepegawaian.
BKN bertanggung jawab memelihara dan mengembangkan Sistem
Informasi Pegawai ASN melalui: a) pengumpulan data dan pencatatan
informasi Pegawai ASN; b) pemberian informasi data Pegawai ASN; dan c)
penataan administrasi Pegawai ASN.

2. Pengadaan Pegawai ASN dan Pegawai Aparatur Eksekutif Senior

a. Pengadaan PNS dan PTTP

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 menerapkan formasi dalam penerimaan PNS baru pada
setiap tahun anggaran. Formasi adalah prakiraan jumlah pegawai baru
yang harus diangkat untuk menggantikan PNS yang pensiun dan
meninggalkan jabatan negeri karena meninggal, berhalangan tetap, atau
diperhentikan baik secara terhormat maupun tidak terhormat. Jumlah
formasi setiap tahun kira kira 4% dari jumlah total PNS. Pada sistem
formasi pengadaan PNS baru setiap tahun dilakukan berdasarkan
tingkat dan jenis pendidikan calon. Akibatnya banyak terjadi
ketidakcocokan antara keahlian yang diperlukan oleh jabatan dengan
pegawai yang diterima untuk jabatan tersebut. Selain itu penggunaan
sistim formasi telah menyuburkan praktek jual beli jabatan Aparatur Sipil
Negara seperti ditunjukkan dalam penelitian Stein Kristiansendi
beberapa daerah di Indonesia.
Untuk mengatasi praktek KKN tersebut dalam pengadaan pegawai ASN,
RUU Aparatur Sipil Negara mengusulkan penerapan sistem pengadaan
yang merupakan best practices di banyak Negara maju yaitu sistem
pengadaan pegawai berbasis jabatan (position based personnel
management system) dengan cara mengadakan seleksi terbuka bagi
pegawai Aparatur Sipil Negara. Selanjutnya perlu dilakukan pemilahan
yang tegas antara pegawai ASN yang menjalankan tugas dan fungsi
manajemen kebijakan pemerintahan Negara dengan pegawai yang
menjalankan fungsi pelayanan publik dasar seperti pendidikan,
pelayanan kesehatan, serta fungsi pendukung manajemen kebijakan
pemerintahan. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang menjalankan fungsi
manajemen kebijakan pemerintahan Negara dalam RUU ini disebut
Pegawai Sipil Negara. Pegawai ASN yang menjalankan fungsi
pelayanan publik dalam RUU ini disebut Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah5. Seleksi calon pegawai dalam pengadaan dilakukan
dengan menerapkan prinsip merit melalui perbandingan obyektif antara
kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan untuk setiap jabatan
dengan kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki oleh calon.
Prinsip dasar yang harus dipegang teguh dalam pengadaan PNS dan
PTTP baru adalah:
1) Kebijakan tentang pengadaan tidak boleh menguntungkan
sekelompok orang atau pribadi tertentu.
2) Seluruh proses pengadaan harus dilakukan secara transparan.
3) Semua calon memiliki hak yang sama dalam proses pengadaan.
4) Semua calon yang memenuhi syarat kualifikasi dan kompetensi
memiliki hak yang sama untuk diterima sebagai calon pegawai ASN.
5) Tidak diskriminatif baik terhadap suku, agama, ras, gender, dan
tempat tinggal.
6) Tim penilai harus berlaku adil dan dibuktikan dengan sumpah.
Pengadaan calon Pegawai ASN merupakan kegiatan untuk mengisi
jabatan yang lowong. Pengadaan calon Pegawai ASN di Instansi
dilakukan berdasarkan penetapan kebutuhan yang ditetapkan oleh
Menteri. Pengadaan calon Pegawai ASN dilakukan melalui tahapan
perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi,
pengumuman hasil seleksi, masa percobaan, dan pengangkatan
menjadi Pegawai ASN.
Seleksi penerimaan calon Pegawai ASN dilaksanakan secara nasional
oleh BKN untuk mengevaluasi secara obyektif kualifikasi dan
kompetensi yang dimiliki oleh pelamar secara jujur, objektif, transparan,
akuntabel, dan melalui kompetisi yang sehat. Peserta seleksi calon
Pegawai ASN yang lulus berhak menerima tanda lulus sebagai calon
Pegawai Aparatur Sipil Negara. Calon Pegawai ASN yang mendapatkan
tanda lulus dari BKN berhak mendaftarkan diri untuk mengikuti seleksi
calon Pegawai ASN yang diselenggarakan oleh Instansi dan Perwakilan
yang terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu seleksi administrasi, seleksi umum,
dan seleksi khusus. Seleksi administrasi dilaksanakan oleh Instansi
masing masing untuk memeriksa kelengkapan persyaratan. Seleksi
khusus diselenggarakan oleh Instansi dan Perwakilan dilakukan dengan
membandingkan secara obyektif kualifikasi dan kompetensi yang
dipersyaratkan jabatan dengan kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki
pelamar untuk mendapatkan pelamar yang memiliki kualifikasi dan
kompetensi yang paling sesuai dengan yang diperlukan untuk jabatan
yang hendak diisi.

b. Pengadaan Pegawai Aparatur Eksekutif Senior
Untuk menghasilkan kader pemimpin birokrasi publik secara sistematis
dan berkesinambungan, RUU Aparatur Sipil Negara mengusulkan
pembentukan suatu Aparatur Eksekutif Senior (AES) sebagai bagian
dari Aparatur Sipil Negara. Pegawai AES berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil dengan golongan IV/c sampai dengan IV/f yang dipilih
sebagai pegawai AES karena menonjol dalam kepemimpinan,
menunjukkan keteladan dalam pengamalan nilai nilai dasar Aparatur
Sipil Negara, berpengalaman luas dalam penyelenggaraan fungsi
pemerintah diberbagai sektor, dan bertanggungjawab atas pelaksanaan
tugas dan fungsinya.
AES merupakan bagian dari Aparatur Sipil Negara Republik Indonesia
yang anggotanya adalah para pejabat karir yang menduduki jabatan
langsung di bawah Pejabat Eksekutif yang berstatus sebagai Pejabat
Negara. Para pejabat tersebut diharapkan menjadi penggerak reformasi
birokrasi untuk meningkatkan kinerja pemerintah pusat dan daerah
dalam menyelenggarakan pelayanan publik, meningkatkan integritas
instansi pemerintahan, dan dalam membangun tata kepemerintahan
yang baik.
Pegawai AES yang bertugas sebagai eksekutif dan berstatus PNS dan
yang bertugas sebagai ahli (non eksekutif) dan berstatus PP adalah
pegawai Aparatur Sipil Negara R.I. yang dapat ditempatkan diseluruh
Indonesia. Jumlah total pegawai AES, yang memegang jabatan
eksekutif maupun non eksekutif, yang memiliki Gol IV/c sampai IV/f
(Gol IV/f adalah diusulkan untuk jabatan Wakil Menteri, Wakil Gubernur,
Sekretaris Jenderal, Sekretaris Utama, dan Sekretaris Daerah Provinsi.

Tujuan Pembentukan AES
Memperbaiki manajemen cabang eksekutif Pemerintahan.
Menyeleksi dan mengembangkan kader eksekutif senior
pemerintahan yang memiliki kemampuan tinggi dalam kepemimpinan
dan managemen pemerintahan.
Memberikan tanggungjawab kepada AES atas kinerja individual dan
organisasi.
Menerapkan sistem penggajian, penugasan, dan promosi atas dasar
kinerja.
Menyediakan sistem eksekutif sesuai dengan kepentingan publik dan
bebas dari intervensi politik.

Jabatan Pada AES
AES mencakup jabatan struktural (manajerial), pengawasan, dan
spesialis, yang memerlukan standar kompetensi 7 9 dalam Klasifikasi
Nasional Kualifikasi Indonesia (KNKI). Jabatan dengan kualifikasi 7 9
memerlukan pendidikan S2 dan S3 dalam bidang yang relevan,
pelatihan, pengalaman dan prestasi kerja yang tinggi, dan dalam PGPS
merupakan jabatan dengan Gol IV/c ke atas, dan tidak tergolong
sebagai Pejabat Negara. AES merupakan pejabat puncak pada Jabatan
Administrasi dan Jabatan Fungsional.
Dalam sistem administrasi kepegawaian yang berlaku saat ini, jabatan
pada AES mencakup jabatan Eselon 1 dan Eselon 2 atau yang
Disetarakan.

Pengadaan pegawai AES
Pengadaan pegawai AES dilakukan terpisah dari pengadaan PNS dan
PP. PNS yang menduduki jabatan Administrasi dan PP yang menduduki
jabatan Fungsional yang memenuhi persyaratan dapat mengikuti seleksi
pegawai AES. PNS dan PP yang memenuhi kualifikasi dan memiliki
kompetensi yang diperlukan dapat mengikuti seleksi calon pegawai AES
yang lowong. Sesuai peraturan yang berlaku, calon dari dunia bisnis
atau organisasi non pemerintah yang memiliki kualifikasi dan
kompetensi yang sesuai juga dapat mengikuti seleksi calon pegawai
AES. Jumlah pegawai AES pada jabatan struktural eksekutif lebih
kurang berjumlah 6.500 orang (Gol IV/c sampai IV/e yang menduduki
eselon 1 dan 2. Disamping itu pegawai Jabatan Fungsional yang
menjalankan tugas penelitian dan perekayasa, perencanaan, analisis
kebijakan, analisis anggaran, dan yang sejenis, dapat ditetapkan
sebagai pegawai AES non struktural. Jumlah total pejabat yang
dikategorikan sebagai pegawai AES pada instansi di Pusat dan daerah
kira kira berjumlah 30.000 orang.

3. Jabatan dan Penempatan
Dalam praktek sehari hari kebutuhan pegawai tidak harus selalui dipenuhi
dengan pengadaan pegawai baru, tetapi dapat juga dilakukan melalui
penugasan pegawai dari unit lain dalam suatu Instansi, melalui pemindahan
antara instansi, atau melalui pemindahan antar daerah. Mutasi pegawai dari
suatu pekerjaan atau jabatan ke pekerjaan dan jabatan lain biasanya
disebut penempatan. Oleh Werther dan Davis (2003:261) penempatan atau
mutasi atau pemindahan pegawai antar unit, antar instansi, dan antar lokasi
seperti tersebut diartikan sebagai penugasan atau penugasan kembali
seorang pegawai pada suatu pekerjaan yang baru.
Penempatan seorang pegawai ASN pada jabatan pada suatu jabatan
maupun mutasi pada jabatan lain, harus dilakukan sesuai prinsip merit,
artinya harus sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang dimiliki oleh
pegawai ASN, tidak boleh karena pertimbangan pertimbagan lainnya.
Pegawai ASN diangkat dalam jabatan tertentu pada Instansi dan
Perwakilan. Pengangkatan dan penetapan Pegawai ASN dalam jabatan
tertentu ditentukan berdasarkan perbandingan obyektif antara kualifikasi
dan kompetensi pegawai dengan kualifikasi dan kompetensi yang
diperlukan untuk jabatan. Setiap jabatan tertentu dimaksud dikelompokkan
dalam klasifikasi jabatan ASN yang menunjukkan kesamaan karakteristik,
mekanisme, dan pola kerja. Klasifikasi jabatan memuat jenis dan kategori
jabatan pada Instansi dan Perwakilan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab,
wewenang, dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka susunan
satuan organisasi (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974).
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, jabatan dibagi menjadi
jabatan sruktural dan fungsional.
a. Jabatan struktural adalah jabatan yag secara tegas diatur dan ada
dalam susunan organisasi dari instansi yang bersangkutan, misalnya:
sekretaris jenderal, kepala bagian, kepala sub direktorat, kepala seksi,
dan sebagainya.
b. Jabatan fungsional adalah jabatan yang tidak secara jelas disebutkan
atau digambarkan dalam bagan susunan organisasi instansi yang
bersangkutan, tetapi jabatan itu harus ada karena fungsinya yang
memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas instansi yang
bersangkutan. Jabatan fungsional dibagi dalam dua kelompok yaitu: 1)
jabatan fungsional khusus (JFK) adalah jabatan yang hanya ada pada
instansi pemerintah tertentu yang didasarkan pada keahlian substantif.
Contoh: Dokter, Peneliti, Guru, Penyuluh Pertanian, Analis
Kepegawaian, dan lain-lain. Pada umumnya JF khusus memiliki angka
kredit sebagai syarat kenaikan pangkat dan tunjangan jabatan; 2)
jabatan fungsional umum (JFU) adalah jabatan yang ada atau mungkin
ada pada setiap instansi pemerintah. JFU bersifat fasilitatif, yaitu
menunjang pelaksanaan tugas pokok instansi pemerintah yang
bersangkutan. Contoh: sopir, pengetik, sekretaris, dan lain-lain.
Jabatan sering dikaitkan dengan pekerjaan dan kedudukan Pekerjaan
adalah sekumpulan kedudukan yang memiliki persamaan dalam
tugas tugas pokoknya dan berada dalam suatu organisasi. Adapun
kedudukan adalah sekelompok tugas yang dikerjakan oleh seseorang
Pegawai Negeri Sipil (PNS). Misalnya, suatu departemen atau LPNK
memiliki 1000 PNS maka dalam instansi tersebut terdapat 1.000 kedudukan
tanpa memandang jenis pekerjaannya.

4. Pengembangan Karir Pegawai ASN
Pegawai ASN sebagai modal utama Aparatur Negara merupakan unsur vital
yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan Negara dan tujuan
politik pemerintah. Karena itu salah satu tugas utama pengembangan
sumber daya ASN adalah mempersiapkan calon pegawai ASN agar mampu
menjalankan tugas dan fungsi dari jabatan yang diberikan kepadanya
secara profesional, dan selalu mengembangkan kapasitas pegawai ASN
agar selalu maju dalam menjalankan tugasnya.
Salah satu peran pegawai ASN yang sangat ditekankan dalam RUU ASN ini
adalah menjadi unsur perekat NKRI. Untuk membangun peran tersebut
serta guna membangun kualitas kepemimpinan pada jabatan publik,
pegawai baru Aparatur Eksekutif, Aparatur fungsional khususnya yang
menjalankan fungsi penegakan hukum, yaitu hakim, jaksa, dan anggota
Polri, diwajibkan untuk mengikuti pendidikan Aparatur Sipil Negara sebelum
ditempatkan pada jabatan masing masing. Pendidikan tersebut dilakukan
oleh Akademi Aparatur Sipil Negara, yang secara administratif maupun
teknis akademik berada di bawah LAN.
Pegawai Aparatur Administrasi wajib mengikuti Diklat Pra jabatan yang
diselenggarakan oleh Pusdiklat Regional LAN, Pusdiklat Pemprov, atau
Pusdiklat Kementerian dan Lembaga Non-kementerian, dengan
mengunakan kurikulum yang dikembangkan oleh LAN.

5. Promosi dan Penilaian Kinerja
Setiap Pegawai ASN berhak memperoleh pengembangan kompetensi dan
promosi (dinaikkan jabatannya) secara kompetitif. Promosi pegawai ASN
dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian kompetensi, integritas, moralitas
oleh Tim Penilai Kinerja Pegawai ASN.
Kompetensi meliputi: 1) kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan
spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman
bekerja secara teknis; 2) kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat
pendidikan, pelatihan struktural/manajemen, dan pengalaman
kepemimpinan; dan 3) kompetensi sosial kultural yang diukur dari
pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal
agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.
Integritas diukur dari kejujuran, kepatuhan terhadap peraturan
perundang undangan, kemampuan bekerja sama dan pengabdian kepada
masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan moralitas diukur dari
penerapan dan pengamalan nilai nilai etika agama, budaya, dan sosial
kemasyarakatan.
Promosi dilakukan berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi
yang dimiliki calon dengan kompetensi yang dipersyaratkan untuk jabatan,
penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerjasama, kreativitas, serta
pertimbangan dari Tim Penilai Kinerja Pegawai ASN pada Instansi
masing masing, tanpa membedakan gender, suku, agama, ras, dan
golongan. Setiap Pegawai ASN yang memenuhi syarat mempunyai hak
yang sama untuk dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih tinggi.
Promosi Pegawai Jabatan Administratif dan Pegawai Jabatan Fungsional
dilakukan oleh Pejabat yang Berwenang setelah mendapat pertimbangan
Tim Penilai Kinerja Pegawai Aparatur Sipil Negara pada Instansi masingmasing.
Promosi tersebut merupakan salah satu bentuk pengembangan karier ASN
yang dilaksanakan dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas.
Tim Penilai Kinerja Pegawai ASN dibentuk oleh pimpinan Instansi
masing masing yang akan diatur dalam Peraturan KASN.
Untuk penilaian kinerja Pegawai ASN, kewenangannya ada pada Pejabat
yang Berwenang pada Instansi masing masing. Penilaian kinerja Pegawai
ASN didelegasikan secara berjenjang kepada atasan langsung dari
Pegawai ASN. Penilaian kinerja Pegawai ASN dapat juga dilakukan oleh
bawahan kepada atasannya. Penilaian kinerja Pegawai ASN dilakukan
berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat
unit/organisasi, dengan memperhatikan target, sasaran, hasil, dan manfaat
yang dicapai.
Penilaian kinerja Pegawai ASN dilakukan secara objektif, terukur,
akuntabel, partisipasi, dan transparan. Hasil penilaian kinerja Pegawai ASN
disampaikan kepada Tim Penilai Kinerja Pegawai ASN. Hasil penilaian
kinerja Pegawai ASN dimanfaatkan untuk menjamin objektivitas dalam
pengembangan aparatur, dan untuk selanjutnya dijadikan sebagai
persyaratan dalam pengangkatan jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian
tunjangan dan sanksi, mutasi, dan promosi, serta untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan.

6. Penggajian, Tunjangan, Kesejahteraan Sosial dan Penghargaan bagi
Pegawai ASN
Salah satu unsur manajemen Aparatur Sipil Negara adalah penggajian,
tunjangan, kesejahteraan, dan penghargaan. Gaji, tunjangan, dan
kesejahteraan yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan
tanggung jawabnya sekaligus merupakan hak pegawai ASN .
Gaji harus dapat memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan
Pegawai ASN. Gaji dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara. Selain gaji, pemerintah daerah dapat memberikan tunjangan
kepada Pegawai ASN di daerah sesuai dengan tingkat kemahalan. Dalam
pemberian tunjangan, Pemerintah Daerah wajib mengukur tingkat
kemahalan berdasarkan indeks harga yang berlaku di daerahnya
masing masing. Tunjangan daerah tersebut dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang diatur dengan peraturan daerah.
Selain gaji dan tunjangan, Pemerintah memberikan jaminan sosial kepada
Pegawai ASN yang dimaksudkan untuk menyejahterakan Pegawai ASN.
Pegawai ASN yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan,
kejujuran dan kedisiplinan dalam melaksanakan tugasnya dianugerahkan
tanda kehormatan Satyalencana. Tanda kehormatan diberikan secara
selektif hanya kepada Pegawai ASN yang memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang undangan. Setiap penerima tanda
kehormatan berhak atas penghormatan dan penghargaan dari negara.
Penghormatan dan penghargaan dapat berupa: 1) pengangkatan atau
kenaikan jabatan secara istimewa; 2) pemberian sejumlah uang sekaligus
atau berkala; dan/atau 3) hak protokol dalam acara resmi dan acara
kenegaraan.
Hak memakai Satyalancana dicabut apabila Pegawai ASN yang
bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian
tidak dengan hormat sebagai Pegawai ASN atau tidak lagi memenuhi
syarat syarat yang telah diatur dalam ketentuan peraturan
perundang undangan. Pencabutan tanda kehormatan ditetapkan dengan
Keputusan Presiden setelah mendengar pertimbangan Dewan Gelar, Tanda
Jasa, dan Tanda Kehormatan atas usul Pejabat yang Berwenang.

7. Pemberhentian Pegawai ASN
Pegawai ASN diberhentikan dengan hormat karena: 1) meninggal dunia; 2)
atas permintaan sendiri; 3) mencapai batas usia pensiun; 4) perampingan
organisasi; atau 5) tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak
dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
Pegawai ASN diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
karena: 1) melanggar sumpah/janji dan sumpah/janji jabatan, tidak setia
kepada Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; 2) dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pegawai ASN diberhentikan tidak dengan hormat karena: 1) melakukan
penyelewengan terhadap Pancasila, Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; 2) dihukum penjara atau kurungan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak
pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan; atau 3)
melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat.
Pegawai ASN diberhentikan sementara karena menjadi tersangka
melakukan tindak pidana kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pensiun ASN dan pensiun janda/duda diberikan sebagai jaminan hari tua
dan sebagai penghargaan atas pengabdian ASN.
a. Pegawai ASN yang berhenti dengan hormat berhak menerima pensiun
apabila telah mencapai batas usia pensiun.
b. Pegawai ASN yang telah mencapai batas usia pensiun, diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai ASN.
c. Usia pensiun bagi Pegawai (Aparatur) Eksekutif Senior adalah 60 (enam
puluh) tahun.
d. Usia pensiun bagi Pegawai Jabatan Administratif adalah 58 (lima puluh
delapan) tahun.
Sumber pembiayaan pensiun berasal dari iuran Pegawai ASN yang
bersangkutan dan pemerintah selaku pemberi kerja dengan perbandingan
1:2 (satu banding dua). Pengelolaan dana pensiun diselenggarakan oleh
pihak ketiga berdasarkan peraturan perundangundangan.

8. Perlindungan
Pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum serta perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja terhadap Pegawai ASN dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya. Perlindungan hukum meliputi
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya dan memperoleh
bantuan hukum secara cuma cuma terhadap kesalahan yang dilakukan
dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sampai putusan terhadap perkara
tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap. Perlindungan keselamatan
dan kesehatan kerja meliputi perlindungan terhadap resiko gangguan
keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana
alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.

9. Hak Menduduki Jabatan Negara
Pegawai ASN yang mencalonkan diri untuk jabatan politik mengajukan
permohonan berhenti sebagai Pegawai ASN sejak masa pencalonan.
Pegawai ASN yang diangkat pada jabatan negara diberhentikan sementara
dari jabatan yang didudukinya dan tidak kehilangan status sebagai Pegawai
ASN. Pegawai ASN yang tidak menjabat lagi pada jabatan negara diangkat
kembali sebagai Pegawai ASN. Pegawai (Aparatur) Eksekutif Senior yang
tidak menjabat lagi pada jabatan negara diangkat kembali untuk menduduki
jabatan administratif atau jabatan fungsional. Ketentuan lebih lanjut
mengenai Pegawai ASN yang menduduki jabatan politik dan jabatan negara
diatur dengan Peraturan Menteri.

10.Organisasi
Pegawai ASN yang berstatus PNS dapat membentuk Asosiasi Korps
Pegawai Aparatur Sipil Negara Republik Indonesia yang bersifat nonkedinasan
untuk menyampaikan aspirasinya. Pegawai ASN yang berstatus
Pegawai Pemerintah dapat membentuk Serikat Pegawai Pemerintah untuk
menyampaikan aspirasinya. Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi
ASN yang berstatus PNS dan pegawai Pemerintah diatur dengan Peraturan
Menteri.

11.Sistem Informasi ASN dan Penyelesaian Sengketa
Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan
dalam manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara.
Sistem informasi Aparatur Sipil Negara diselenggarakan secara nasional
dan terintegrasi antar berbagai Instansi. Untuk menjamin keterpaduan dan
akurasi data dalam Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara, setiap Instansi
wajib memutakhirkan data secara berkala dan menyampaikannya kepada
BKN. Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara sebagaimana berbasiskan
teknologi informasi yang mudah diaplikasikan, mudah diakses dan memiliki
sistem keamanan yang dipercaya. BKN bertanggung jawab atas
penyimpanan informasi yang telah dimutakhirkan oleh Instansi serta
bertanggung jawab atas pengelolaan dan pengembangan Sistem Informasi
Aparatur Sipil Negara.
Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara memuat sejumlah informasi dan
data Pegawai ASN. Data Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling sedikit memuat: 1) data riwayat hidup; 2) riwayat pendidikan
formal dan non formal; 3) riwayat jabatan dan kepangkatan; 4) riwayat
penghargaan/tanda jasa/tanda kehormatan; 5) riwayat pengalaman
berorganisasi; 6) riwayat gaji; 7) riwayat pendidikan dan latihan; 8) daftar
penilaian pekerjaan; dan 9) surat keputusan.
Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif dan
Peradilan Tata Usaha Negara. Upaya administratif terdiri dari keberatan dan
banding administratif. Keberatan diajukan secara tertulis kepada atasan
pejabat yang berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan
dan tembusannya disampaikan kepada pejabat yang berwenang
menghukum. Banding administratif diajukan kepada Badan Pertimbangan
Aparatur Sipil Negara. Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

B. REFORMASI APARATUR NEGARA
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005 2024 menetapkan pada
Tahun 2025 sudah harus berhasil dicapai:
a. penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih, bebas, korupsi, kolusi
dan nepotisme;
b. kualitas pelayanan publik;
c. kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi;
d. profesionalime SDM aparatur negara yang didukung oleh sistem rekruitmen
dan promosi aparatur yang berbasis kompetensi, transparan, dan mampu
mendorong mobilitas aparatur antar daerah dan antar pusat dan daerah,
serta memperoleh gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan.
Dengan demikian pada Tahun 2025 diharapkan telah terwujud tata
pemerintahan yang baik dengan birokrasi pemerintah yang profesional,
berintegritas tinggi, menjadi pelayan masyarakat dan abdi negara. Untuk
mencapai kondisi sebagaimana dirumuskan dalam RPJP Tahun 2005 2024
perlu dilakukan Reformasi Aparatur Negara sebagai upaya meningkatkan
kekuatan dan kemampuan SDM Aparatur Negara secara sistematis dan
terencana agar terbangun Birokrasi Publik yang mampu menyelenggarakan
pelayanan publik bermutu, mendukung pemerintahan demokratis, dan
meningkatkan daya saing nasional dalam ekonomi pasar sosial terbuka (open
social market economy).
Kekuatan utama Aparatur Negara terdiri dari anggota Aparatur Sipil Negara
Pegawai Negeri Sipil (PNS), 363.000 anggota Polri, dan 361.823 anggota TNI.
Anggota Aparatur Sipil Negara, yang dalam Rancangan Undang Undang ini
dinamakan Pegawai Negara Sipil, terdiri dari 4,7 juta orang dengan komposisi
sebagai berikut:
246.000 pegawai negeri yang menduduki jabatan struktural,
2.750.000 pegawai jabatan fungsional, terutama pendidik dan tenaga
kependidikan, tenaga medis dan paramedis, peneliti dan perekayasa, serta
jabatan fungsional lainnya.
1.700.000 pegawai yang menduduki jabatan tata usaha atau staf
administrasi.
SDM Aparatur Sipil Negara tersebut belum mencakup mencakup anggota TNI
dan anggota Polri. Aparatur Negara tersebut merupakan kekuatan nasional
yang sangat besar yang bila dikembangkan kemampuanya akan
menggerakkan seluruh komponen bangsa guna merealisasikan pemerintahan
demokratis serta menciptakan kesejahteraan bagi segenap bangsa dan seluruh
tanah air.
Untuk membangun kapasitas SDM Aparatur Negara yang besar tersebut RPJM
Tahun 2010 2014 bidang Aparatur Negara menetapkan tujuan pembangunan
bidang tersebut adalah membangun Aparatur Negara Indonesia profesional
dan bebas dari intervensi politik serta bersih dari praktek KKN yang mampu:
a. menyelenggarakan pelayanan publik bermutu bagi masyarakat yang
memerlukannya.
b. menyelenggarakan tata pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
c. memiliki kapsitas tinggi untuk mencapai tujuan politik pemerintahan negara,
dan
d. melaksanakan reformasi birokrasi.
Untuk mencapai 4 (empat) tujuan tersebut ditetapkan 13 (tiga belas)
sub program dan salah satunya adalah Subprogram Pengembangan
profesionalisme, netralitas dan kesejahteraan SDM Aparatur Negara.
Sub program RPJM Tahun 2010 2014 tersebut ruang lingkupnya amat
terbatas dan mungkin tidak memiliki dukungan politik dan finansial yang cukup
besar untuk membangun 4,7 juta SDM Aparatur Sipil Negara yang berstatus
PNS agar memiliki profesionalitas dan kapasitas yang diperlukan untuk
mendukung sistem politik demokratis dan ekonomi pasar terbuka. Untuk tugas
yang maha besar tersebut diperlukan Reformasi SDM Aparatur Negara yang
komprehensif serta dukungan politik dan financial yang besar dari Pemerintah.

C. LINGKUNGAN STRATEGIS
Pembangunan SDM Aparatur Negara yang profesional, netral, dan sejahtera
yang diperlukan guna merealisasikan Visi Pembangunan Nasional guna
menciptakan Masyarakat Indonesia yang Maju, Mandiri, dan Sejahtera. Untuk
mendukung pelaksanaan Visi Tahun 2025 tersebut, kerangka hukum Aparatur
Sipil Negara dilakukan dengan memperhatikan lingkungan strategis yang
terjadi sejak Indonesia melakukan Reformasi dalam segala bidang kehidupan.

1. Amandemen UUD 1945 Ciptakan Sistem Pemerintahan Negara yang
Menerapkan Checks and Balances .
Amandemen UUD 1945 sebanyak 4 (empat) kali antara Tahun 1999 sampai
Tahun 2002 telah menciptakan susunan pemerintahan Negara yang
meletakkan kedaulatan berada langsung pada rakyat, dan kekuasaan
pemerintahan dipercayakan kepada para pejabat Negara melalui pemilihan
langsung. Agar tidak terjadi dominasi satu cabang pemerintahan atas
cabang lainnya, pembagian kekuasaan pemerintahan Negara antara
dilakukan dengan menerapkan prinsip checks and balances. UUD NKRI
1945 menetapkan Negara Republik Indonesia terdiri dari 5 (lima) cabang
kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif, yudikatif, kekuasaan moneter, dan
kekuasaan auditif atau pengawasan. Masing masing lembaga yang
menjalankan kekuasaan tersebut secara mandiri dan tidak bisa diintervensi
oleh kekuasaan yang lain.
Setiap cabang kekuasaan Negara tersebut memiliki 2 (dua) unsur yaitu
Pejabat Negara yang penetapannya dilakukan dengan pemilihan langsung
oleh rakyat, yaitu:
a. Pimpinan dan Anggota MPR, DPR, dan DPD.
b. Presiden dan Wakil Presiden, para kepala dan wakil kepala daerah.
c. Pimpinan dan anggota MA, MK, dan KY yang dipilih oleh DPR atas
usulan Presiden.
d. Direksi Bank Indonesia, dan
e. Badan Pengawas Keuangan.
Di samping itu pada jajaran Pejabat Negara terdapat para pejabat yang
diangkat oleh Presiden sebagai pembantu dalam menjalankan tugas
sebagai penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan Negara, antara lain,
para Menteri, Kapolri dan Jaksa Agung, Ketua dan Angota Wantimpres,
Duta Besar, Ketua dan angota lembaga Negara, ketua dan anggota komisi
nasional.
Hal diatas merupakan konsekuensi salah satu fenomena yang sangat
penting pasca perubahan Undang Undang Dasar 1945 yaitu lahirnya
lembaga lembaga negara mandiri (state auxiliary agencies) dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia. Lembaga lembaga tersebut dibentuk dengan
dasar hukum yang berbeda seperti undang undang dan keputusan
presiden sebagaimana disampaikan pada bagian berikut.
Lembaga Negara dan Komisi-Komisi Negara yang bersifat independen
berdasarkan konstitusi atau yang memiliki constitutional importance lainnya,
seperti:
1) Komisi Yudisial (KY);
2) Bank Indonesia (BI) sebagai Bank sentral;
3) Tentara Nasional Indonesia (TNI);
4) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI);
5) Komisi Pemilihan Umum (KPU);
6) Kejaksaan Agung yang meskipun belum ditentukan kewenangannya
dalam UUD 1945 melainkan hanya dalam UU, tetapi dalam menjalankan
tugasnya sebagai pejabat penegak hukum di bidang pro justisia, juga
memiliki constitutional importance yang sama dengan kepolisian;
7) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga dibentuk berdasarkan UU
tetapi memiliki sifat constitutional importance berdasarkan Pasal 24 ayat
(3) UUD 1945;
8) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) yang dibentuk
berdasarkan undangundang tetapi juga memiliki sifat constitutional
importance.
Lembaga-Lembaga Independen lain yang dibentuk berdasarkan undangundang,
seperti:
1) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);
2) Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU);
3) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI);
Lembaga-lembaga dan komisi-komisi di lingkungan eksekutif (pemerintah)
lainnya, seperti Lembaga, Badan, Pusat, Komisi, atau Dewan yang bersifat
khusus di dalam lingkungan pemerintahan, seperti:
1) Konsil Kedokteran Indonesia (KKI);
2) Komisi Pendidikan Nasional;
3) Dewan Pertahanan Nasional;
4) Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas);
5) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI);
6) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT);
7) Badan Pertanahan Nasional (BPN);
8) Badan Kepegawaian Negara (BKN);
9) Lembaga Administrasi Negara (LAN);
10)Lembaga Informasi Nasional (LIN).
Lembaga-lembaga dan komisi-komisi di lingkungan eksekutif (pemerintah)
lainnya, seperti:
1) Menteri dan Kementerian Negara;
2) Dewan Pertimbangan Presiden;
3) Komisi Hukum Nasional (KHN);
4) Komisi Ombudsman Nasional (KON);
5) Komisi Kepolisian;
6) Komisi Kejaksaan.
Lembaga, Korporasi, dan Badan Hukum Milik Negara atau Badan Hukum
yang dibentuk untuk kepentingan negara atau kepentingan umum lainnya,
seperti:
1) Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA;
2) Kamar Dagang dan Industri (KADIN);
3) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI);
4) BHMN Perguruan Tinggi;
5) BHMN Rumah Sakit;
6) Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia (KORPRI);
7) Ikatan Notaris Indonesia (INI);
8) Persatuan Advokat Indonesia (Peradi);
Dasar hukum yang berbeda tersebut menunjukkan bahwa lahirnya
lembaga-lembaga negara mandiri itu hanya didasarkan pada isu-isu parsial,
insidental, dan sebagai jawaban khusus terhadap persoalan yang sedang
dihadapi. Akibatnya komisi-komisi itu berjalan sendiri-sendiri, sehingga
efektivitas keberadaan komisi-komisi itu sebagai lembaga yang
ekstralegislatif, ekstraeksekutif, dan ekstrayudikatif dalam struktur
ketatanegaraan senantiasa rendah.
Kelahiran lembaga-lembaga negara mandiri itu merupakan indikasi bahwa:
1) tidak adanya kredibilitas lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya
akibat adanya asumsi (dan bukti) mengenai korupsi yang sistemik,
mengakar, dan sulit untuk diberantas; 2) tidak independennya lembagalembaga
negara yang karena alasan tertentu tunduk di bawah pengaruh
suatu kekuasaan tertentu; 3) ketidakmampuan lembaga-lembaga negara
yang telah ada untuk melakukan tugas-tugas yang harus dilakukan dalam
masa transisi menuju demokrasi baik karena persoalan internal maupun
eksternal; 4) adanya pengaruh global yang menunjukkan adanya
kecenderungan beberapa negara untuk membentuk lembaga-lembaga
negara ekstra yang disebut lembaga negara mandiri (state auxiliary agency)
atau lembaga pengawas (institutional watchdog) yang dianggap sebagai
suatu kebutuhan dan keharusan karena lembaga-lembaga yang telah ada
telah menjadi bagian dari sistem yang harus diperbaiki; 5) adanya tekanan
dari lembaga-lembaga internasional untuk membentuk lembaga-embaga
tersebut sebagai prasyarat bagi era baru menuju demokratisasi (Patrialis
akbar dalam http://www.djpp.depkumham.go.id/19/08/2010).
Agar tidak terganggu oleh instabilitas pemerintahan yang sering dihadapi
oleh Sistem Pemerintahan Koalisi, setiap pemegang kekuasaan Negara
dalam sistem kenegaraan Indonesia yang menerapkan separation of
power yang lebih tegas perlu didukung oleh Aparatur Sipil Negara yang
independen dalam bentuk suatu profesi yang memiliki nilai dasar, etika
profesi, serta standar kompetensi dan kualifikasi yang ditetapkan dengan
peraturan perundangan.
Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor
43 Tahun 1999, Pegawai Negeri Sipil dipandang sebagai individu yang
bekerja pada instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sebaliknya
pada RUU Aparatur Sipil Negara, Pegawai Sipil Negara dan Pegawai
Pemerintah adalah Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah sebagai
anggota Profesi Aparatur Sipil Negara yang harus melaksanakan nilai-nilai
dasar, etika profesi, dan memenuhi standar kualifikasi dan kompetensi,
dalam menjalankan pelayanan publik, tugas pemerintahan dan
pembangunan pada instansi pemerintah.

2. Desentralisasi Pemerintahan Ciptakan Sistem Jaringan Pemerintahan
Amandemen UUD NKRI 1945 dan peraturan pelaksanaannya yaitu
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah membuka pintu lebar bagi
perluasan daerah baru. Karena lebih menonjolkan pertimbangan politik yaitu
hak masyarakat daerah untuk membentuk daerah, maka sejak awal
Reformasi, telah terjadi proliferasi pembentukan daerah baru yang pada
saat ini telah mencapai 33 (tiga puluh tiga) provinsi dan 524 (lima ratus dua
puluh empat) kabupaten dan kota. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
menetapkan daerah provinsi, kabupaten dan kota sebagai daerah otonom
yang diberi kewenangan untuk mengelola urusan rumah
tangga masing-masing, sehingga setelah amandemen UUD NKRI 1945
Indonesia berkembang menjadi suatu jaringan pemerintahan yang sangat
besar yang terdiri dari 35 (tiga puluh lima) kementerian dan nonkementerian,
28 (dua puluh delapan) lembaga Negara dan lembaga
pemerintah non-kementerian, lebih kurang 60 (enam puluh) lembaga nonstruktural,
33 (tiga puluh) provinsi, dan 497 (empat ratus sembilan puluh
tujuh) kabupaten dan kota. Untuk mendukung jaringan pemerintahan yang
amat desentralistis tersebut diperlukan Aparatur Sipil Negara yang memiliki
kapasitas kelembagaan yang tinggi, bebas dari intervensi politik, dan bersih
dari praktek KKN, agar mendapat kepercayaan dari rakyat.
Pemekaran daerah yang sangat cepat tersebut sangat berpengaruh
terhadap efektivitas tata pemerintahan daerah. Indeks Efektivitas Tata
Pemerintahan yang dikeluarkan oleh Kemitraan setiap 4-5 tahun adalah
yang mencakup 33 (tiga puluh tiga) provinsi merupakan salah satu indikator
obyektif untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam
melaksanakan tugas yang diembangkan oleh peraturan perundangan.
Indeks Efektivitas Tata Pemerintahan (IETK) diukur dalam skala ukuran
yang rentangnya dari 1 sampai dengan 10. Tabel di bawah menunjukkan
peringkat 33 provinsi berdasarkan rerata skor IETK pada Tahun 2008.
Secara umum efektivitas tata pemerintahan provinsi-provinsi Indonesia
tertinggal jauh dari Negara tetangga. Di antara provinsi-provinsi Indonesia
pun terdapat variasi yang amat besar antara provinsi yang memiliki
efektivitas tinggi dan provinsi yang memiliki tingkat efektivitas rendah.
Karena efektivitas tata pemerintahan sangat dipengarui oleh kualitas
pegawai Aparatur Sipil Negara, variasi skor IETP menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang cukup besar dalam kualitas pegawai Aparatur
Sipil Negara antar provinsi di Indonesia.

3. Kualitas Layanan Publik Masih Rendah
Meskipun kemajuan telah banyak dicapai dalam upaya meningkatkan
kualitas pelayanan publik, disadari bahwa pemerintah belum dapat
menyediakan kualitas pelayanan publik sesuai dengan tantangan yang
dihadapi, yaitu perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin maju
dan persaingan global yang semakin ketat. Hasil survei integritas yang
dilakukan KPK menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik Indonesia
baru mencapai skor 6.84 dari skala 10 untuk instansi pusat, dan 6.69 untuk
unit pelayanan publik di daerah. Skor integritas menunjukkan karakteristik
kualitas dalam pelayanan publik, seperti: ada tidaknya suap, ada tidaknya
SOP, kesesuaian proses pemberian pelayanan dengan SOP yang ada,
keterbukaan informasi, keadilan dan kecepatan dalam pemberian
pelayanan serta kemudahan pengaduan masyarakat. Di samping itu, nilai
Indeks Kemudahan Berusaha di Indonesia juga menunjukkan bahwa
Indonesia belum dapat memberikan pelayanan yang baik bagi para investor
yang berbisnis atau akan berbisnis di Indonesia.
Doing Business Report, yang diterbitkan IFC menyediakan penilaian yang
objektif terhadap regulasi berusaha dari negara-negara yang disurveinya.
Selain itu, Doing Business Report juga menjadi pedoman untuk
mengevaluasi regulasi-regulasi yang secara langsung berdampak pada
pertumbuhan ekonomi, membuat perbandingan antar negara, dan
mengidentifikasi reformasi yang telah dilakukan. Secara berurutan peringkat
Indeks Kemudahan Berusaha Indonesia adalah terendah di antara negaranegara
ASEAN sebagai berikut:

Tabel 2. Peringkat Kemudahan Berusaha Asia Tenggara
Country 2010 2011
Country 2010 2011
Singapura 1 1
Muangthai 18 19
Malaysia 23 21
Vietnam 88 78
Brunei 117 112
Indonesia 115 121
Sumber: www.doingbusiness.org, 2011. N=183
Sebagai akibat masih lemahnya kapasitas manajemen pelayanan publik,
berbagai pengurusan jenis perizinan yang seharusnya menjadi daya saing
dalam menarik investasi menjadi sering terhambat. Ini terbukti dari lamanya
rata-rata waktu perijinan yang dilakukan. Sebagai catatan, pada Tahun
2005 jumlah prosedur yang harus ditempuh untuk mengurus usaha baru
adalah sebanyak 12 (dua belas) prosedur, dengan memakan waktu 151
(seratus lima puluh satu) hari, serta membutuhkan biaya melebihi rata-rata
pendapatan per kapita penduduk Indonesia (1,3 kali lebih tinggi dari
pendapatan per kapita). Lama waktu pengurusan membaik menjadi 97
(sembilan puluh tujuh) hari pada Tahun 2007, namun memburuk lagi
menjadi 105 (seratus lima) hari pada Tahun 2008. Pada Tahun 2009,
jumlah prosedur yang ditempuh menjadi 11 (sebelas) dengan lama
pengurusan 76 (tujuh puluh enam) hari. Walaupun terjadi peningkatan,
namun peringkat Indonesia turun dari posisi semula 127 (seratus dua puluh
tujuh) menjadi 129 (seratus dua puluh sembilan) dari 181 (seratus delapan
puluh satu) negara yang disurvei. Peringkat ini masih di atas peringkat
Filipina (140), namun masih berada jauh di bawah Malaysia (20), Brunei
(88) dan Vietnam (92).
Sebagai ilustrasi lemahnya kinerja aparatur negara di bidang pelayanan
terhadap dunia usaha ini, apabila dibandingkan dengan negara tetangga
seperti Thailand dan dengan rata-rata untuk negara di kawasan Asia
Tenggara, ternyata Indonesia masih tertinggal. Indonesia mempunyai rantai
birokrasi yang lebih panjang, waktu yang lebih lama, dan biaya yang lebih
mahal untuk pengurusan ijin bisnis baru, lisensi, pembayaran pajak, dan
penegakan kontrak dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia. Beberapa
parameter yang digambarkan di atas memperlihatkan posisi Indonesia yang
belum menggembirakan dibandingkan negara tetangga. Hal ini tentunya
sangat berpengaruh terhadap daya saing Indonesia di dunia internasional.
Masih rendahnya kualitas pelayanan publik tersebut disebabkan oleh
beberapa hal. Meskipun mentalitas birokrat telah berubah dari mentalitas
penguasa menjadi mentalitas pelayan masyarakat, perubahan itu diyakini
belum cukup meluas di kalangan birokrasi. Sebagian besar birokrat kita
masih belum menempatkan masyarakat sebagai pemilik kedaulatan yang
harus dipenuhi hak-haknya. Selanjutnya, manajemen pelayanan publik
masih perlu pembenahan. Sebagian besar unit pelayanan publik belum
menerapkan standar pelayanan minimal, yang secara jelas dan transparan
memberitahukan hak dan kewajiban masyarakat sebagai penerima layanan
publik. Di samping itu, sistem manajemen pelayanan publik belum banyak
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memberikan
pelayanan publik yang cepat, murah, transparan, dan akuntabel. Sistem
evaluasi kinerja pelayanan publik juga masih lemah dalam mendorong
kinerja pelayanan. Hal ini diperburuk dengan belum tersedianya manajemen
penanganan keluhan yang efektif. Sebuah studi menunjukkan bahwa
selama ini masyarakat lebih mengandalkan media surat kabar (koran)
sebagai media yang dinilai masih paling efektif untuk bisa menyampaikan
berbagai keluhan, yaitu sebesar (53.8%). Posisi ini diikuti oleh radio (33.91
%) dan pesan singkat (SMS) sebesar 30.65%.

4. Ledakan Pensiun
Salah satu masalah mendasar yang akan dihadapi Indonesia dalam
reformasi Aparatur sipil Negara pada kurung waktu Tahun 2010-2024
adalah ancaman ledakan pensiun PNS yang diprediksi akan terjadi pada
Tahun 2015. Laporan Misi Bank Dunia pada Tahun 2009 (World Bank,
2009) tentang Reformasi Aparatur Sipil Negara memperhitungkan antara
Tahun 2010 sampai Tahun 2014 jumlah PNS yang akan memasuki usia
pensiun akan mencapai 2,5 juta orang. Pensiunan PNS pada saat ini
berjumlah 2,43 juta orang. Dengan demikian pada Tahun 2015 jumlah PNS
akan mencapai 4,9 juta orang atau lebih besar dari jumlah total PNS pada
2010 yang sekarang berjumlah 4,7 orang.
Beban fiskal untuk pembayaran manfaat pensiun akan sangat berat apabila
seluruhnya dibebankan kepada APBN. Menurut Dirut PT. Taspen pada
presentasi di Ciloto pada tanggal 4 Desember 2010 dihadapan Komisi II
DPR RI, manfaat pensiun yang dibayarkan pada Tahun 2010 berjumlah
Rp39 triliun yang seluruhnya dibebankan kepada APBN. Tanpa reformasi
pensiun pada Tahun 2015 beban fiskal manfaat pensiun yang mencapai
Rp85 sampai 90 triliun, atau hampir mencapai seperdua dana belanja
pegawai yang tersedia.
Untuk meringankan beban fiskal Pemerintah untuk pembayaran manfaat
pensiun PNS, RUU ini mengusulkan agar diadakan reformasi dari sistem
pensiun dari sistem pay as you go yang dibebankan pada APBN menjadi
sistem fully funded melalui pembayaran premi pensiun oleh pegawai
negara sebesar 4,75% dari gaji setelah dikonsolidasi antara gaji pokok dan
berbagai tunjangan, dan iuran oleh Pemerintah dan pemerintah daerah,
sebagai majikan sebesar 1 ½ sampai 2 kali iuran pegawai. Akumulai
tabungan pegawai negara dan Pemerintah sebagai pemberi kerja selama
masa kerja 35-40 tahun diharapkan akan menghasilkan akumulasi dana
pensiun yang cukup besar untuk menjamin kehidupan yang layak bagi
pensiunan PNS.
Menurut data BKN per Mei 2010, jumlah PNS aktif adalah 4.732.472 (empat
juta tujuh ratus tiga puluh dua ribu empat ratus tujuh puluh dua) orang.
Distribusi PNS berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin
selengkapnya dapat dilihat pada table dibawah ini
Tabel 3.
Distribusi Jumlah PNS menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Umur Pria Persen Wanita Persen Jumlah
Umur Pria Persen Wanita Persen Jumlah
18-20 1.035 0,04 600 0,03 1.635
21-25 51.614 2,02 80.882 3,72 132.496
26-30 199.602 7,80 258.319 11,89 457.921
31-35 260.026 10,16 285.230 13,13 545.256
36-40 306.035 11,95 295.894 13,62 601.929
41-45 460.479 17,99 406.121 18,69 866.600
46-50 544.990 21,29 417.264 19,21 962.254
51-55 471.142 18,40 268.278 12,35 739.420
56-60 237.485 9,28 139.334 6,41 376.819
61-65 26.900 1,05 20.232 0,93 47.132
65+ 775 0,03 235 0,01 1.010
Jumlah 2.560.083 100 2.172.389 100 4.732.472
Sumber: BKN, Mei 2010.
Dari tabel 3. distribusi jumlah PNS di atas, selain jumlah PNS diketahui pula
bahwa PNS yang akan memasuki usia pensiun dalam kurun 5 (lima) tahun
yang akan datang (s.d. Tahun 2015) adalah sebesar 739.420 orang atau
30,75%. Hal tersebut didasarkan pada jumlah PNS pada kelompok usia 51-
55 tahun dengan asumsi BUP normatif yaitu 56 tahun. Jika jumlah PNS
pada kelompok usia 56-60 tahun (376.819 orang) dan 61-65 tahun (47.132
orang) diasumsikan akan pensiun pada BUP 60 dan 65 tahun maka untuk 5
(lima) tahun yang akan datang terjadi penambahan jumlah PNS yang akan
pensiun sebesar 423.951 orang atau 17,67 persen. Dengan demikian dalam
kurun 5 (lima) tahun yang akan datang akan ada 1.163.371 PNS yang
pensiun atau hampir separuh (48,42 persen) dari jumlah PNS yang ada
pada saat ini.
Disisi lain pertumbuhan jumlah PNS sejak Tahun 2004 s.d. 2009 cenderung
fluktuatif dengan perbedaan pertumbuhan yang mencolok. Pada Tahun
2004 pertumbuhan jumlah PNS adalah -1,66 persen artinya terjadi
penurunan jumlah PNS dari 3.648.005 orang pada tahun 2003 menjadi
3.587.337 orang pada Tahun 2004. Pada tahun 2004 dan sebelumnya
pemerintah memberlakukan kebijakan zero growth penerimaan/
pengangkatan PNS pada semua instansi pemerintah sehingga tidak terjadi
penambahan jumlah PNS. Namun mulai Tahun 2005 s.d 2009 telah terjadi
pertumbuhan yang luar biasa dari 3.662.336 orang pada Tahun 2005
menjadi sebesar 4.524.205 orang pada tahun 2009 atau terjadi peningkatan
sebesar 861.869 orang atau 23,53%.
Peningkatan jumlah tersebut antara lain disebabkan karena adanya
kebijakan politik pemerintah untuk mengangkat sekitar 900-an ribu pegawai
honorer menjadi calon PNS sejak Tahun 2005 s.d. 2009. Pertumbuhan
jumlah PNS per tahun selengkapnya dapat dilihat pada tabel.4 dibawah ini.
Tabel 4.
Pertumbuhan Jumlah PNS
Tahun Pria
Pertum
Buhan
(%)
Wanita
Pertum
buhan
(%)
Total
Pertum
Buhan
(%)
2003 2.172.285 1.475.720 3.648.005
2004 2.130.299 -1,93 1.457.038 -1,27 3.587.337 -1,66
2005 2.131.674 0,06 1.530.662 5,05 3.662.336 2,09
2006 2.144.320 0,59 1.580.911 3,28 3.725.231 1,72
2007 2.292.555 6,91 1.774.646 12,25 4.067.201 9,18
2008 2.257.408 -1,53 1.825.952 2,89 4.083.360 0,40
2009 2.455.269 8,76 2.068.936 13,31 4.524.205 10,8
Sumber: BKN, Mei 2010.
Selanjutnya pertumbuhan jumlah menurut jenis kelamin tahun 2003 s.d.
2009 secara grafis dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Pertumbuhan Jumlah PNS Menurut Jenis Kelamin
Menurut PT Taspen (Persero) jumlah pensiunan PNS pada bulan Juli 2010
adalah 2.319.050 (dua juta tiga ratus sembilan belas ribu lima puluh) orang.
Pada pembayaran pensiunan ke-13 (Juli 2010) jumlah dana yang
disediakan untuk pembayaran pensiun bulan ketiga belas tersebut sebesar
Rp 3,12 triliun (http://images.kompas.com/2010).
Dengan data hitungan dari PT Taspen (Persero) tersebut berarti rata-rata
pensiunan menerima (Rp3,12 T/2.319.050 =) Rp 1.345.379 perbulan. Hal
itu berarti dalam satu tahun Negara melalui PT Taspen (Persero)
mengeluarkan uang sekitar (Rp3,12 T x 12 =) Rp37,44 Triliun untuk
membayar para pensiunan PNS. Jumlah tersebut belum ditambah dengan
pensiunan TNI/Polri, pejabat Negara, dan penerima pensiun lainnya yang
ditentukan oleh Negara.
Jika pada bagian sebelumnya disebutkan bahwa untuk 5 (lima) tahun yang
akan datang akan ada 1.163.371 PNS yang pensiun maka total pensiunan
PNS pada 5 (lima) tahun yang akan datang adalah 2.319.050 +1.163.371=
3.482.421 orang. Dengan demikian prediksi akan adanya ledakan
pensiunan PNS dan TNI/POLRI (jumlah pensiunan saat ini ditambah
dengan yang akan pensiun lima tahun yang akan datang) pada Tahun 2015
sebesar kurang lebih 4,7 juta orang adalah hal yang masuk akal.
Jika terdapat pensiunan PNS sebanyak 4,7 juta pada Tahun 2015 maka
dengan asumsi rata-rata pembayaran pensiun menurut PT Taspen
(Persero) ditambah kenaikan per tahun menjadi sekitar Rp 1.500.000/
pensiunan/perbulan maka akan diperlukan anggaran Negara sebesar Rp
7,05 Triliun/bulan atau Rp 84,6 Triliun/tahun. Jumlah tersebut akan dapat
lebih besar lagi apabila asumsi yang digunakan ternyata lebih kecil dari
yang sesungguhnya dibayarkan pada Tahun 2015.
Anggaran pensiun PNS oleh pemerintah dimasukkan dalam belanja
pegawai APBN, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.
Kebijakan Belanja Pegawai 2005-2010
TAHUN
NO URAIAN
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Belanja Pegawai (dlm
Miliar)
54,254.0 73,252.0 90,425 112,830 133,709 162,410
Kenaikan 35% 23% 25% 19% 21%
% thd Belanja
Pemerintah Pusat
15% 17% 18% 16% 19% 21%
Kebijakan pemberian gaji ke 13
Besaran 1 x gaji
Juli
1 x gaji
Jul
1 x gaji
Juni
1 x gaji
Juni
1 x gaji
Juni
1 x gaji
Juni
Kenaikan Gaji Pokok dan Pensiun Pokok
3
Persentase 15% 15% 20% 15% 5%
Kenaikan Rata rata Tunjangan Struktural
Eselon I 23,6%
Eselon II 32,5%
Eselon III 50% 42,5%
Eselon IV 50% 52,5%
4
Eselon V 50% 60,0%
Kenaikan Rata rata Tunjangan Fungsional
5
Persentase 10% 20%
Pemberian Tunjangan Umum (Rp) bagi non pejabat, sehingga penghasilan terendah
minimal Rp1 juta
PNS Golongan I 175.000 -
PNS Golongan II 180.000 -
PNS Golongan III 185.000 -
PNS Golongan IV 190.000 -
6
TNI/Polri 75.000 -
Kenaikan uang makan dan lauk pauk ULP TNI/Polri
Nominal 17.500 25.000 30.000 35.000 35.000 40,000
Persentase 16,7% 42,9% 20,0% 16,7% 14.30%
Uang Makan PNS
Nominal 10.000 15.000 15.000 20,000
7
Persentase 50,0% 33%
Sharing pembayaran pensiun (%)
Beban APBN 79,0% 82,5% 85,5% 91,0% 100,0% 100,0%
Beban Taspen 21,0% 17,5% 14,5% 9,0% 0,0% 0,0%
Sumber: http://remunerasipns.wordpress.com/2010/07/14.
Dari tabel 5. diketahui bahwa belanja pegawai dalam APBN Tahun 2010
adalah sebesar Rp162, 41 Triliun. Jumlah tersebut lebih besar dibanding
Tahun 2009 sebesar Rp133,709 Triliun, dan Tahun 2008 sebesar Rp112,83
Triliun. Jika dilihat persentase kenaikannya, dari Tahun 2008 ke 2009
sebesar 19% dan tahun 2009 ke 2010 sebesar 21%. Persentase kenaikan
belanja pegawai dalam APBN tersebut relatif kecil dibanding Tahun 2005 ke
2006 sebesar 35%, Tahun 2006 ke 2007 sebesar 23%, dan Tahun 2007 ke
2008 sebesar 25%.
Secara umum pemerintah dalam kurun waktu Tahun 2005-2010
mengeluarkan kebijakan kenaikan belanja pegawai yang cukup signifikan.
Kebijakan perbaikan penghasilan dan kesejahteraan aparatur pemerintah
dalam kurun waktu tersebut berdampak pada peningkatan take home pay
aparatur, yaitu bagi PNS dengan pangkat terendah (golongan I/a tidak
kawin) meningkat dari sekitar Rp 674.000 dalam Tahun 2005 menjadi
sekitar Rp 1,892 juta per bulan dalam Tahun 2010.
Kebijakan perbaikan penghasilan dan kesejahteraan aparatur pemerintah
tersebut meliputi: 1) Kenaikan gaji pokok bagi PNS dan TNI/Polri secara
berkala; 2) Pemberian gaji bulan ke-13; 3) Kenaikan tunjangan fungsional
bagi pegawai yang memegang jabatan fungsional dan kenaikan tunjangan
struktural bagi para pejabat struktural; 4) Kenaikan uang lauk pauk bagi
anggota TNI/Polri; 5) Pemberian uang makan kepada PNS mulai tahun
2007; 6) Kenaikan tarif uang lembur dan uang makan lembur; 7)
Penyesuaian pokok pensiun dan pemberian pensiun ke-13; 8) Perbaikan
sharing beban APBN untuk pembayaran pensiun menjadi 100 persen beban
APBN, dan 9) Perluasan cakupan pelayanan kesehatan dengan pemberian
subsidi/bantuan bagi penderita penyakit katastrof.
Dalam hal kenaikan gaji pokok dan pensiun pokok, persentase kenaikannya
adalah Tahun 2006 sebesar (15%), Tahun 2007 (15%), Tahun 2008 (20%),
Tahun 2009 (15%), dan Tahun 2010 sebesar (5%). Adapun beban APBN
dan Taspen untuk pembayaran pensiun dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir
semakin besar dibebankan pada APBN bahkan untuk Tahun 2009 dan 2010
sudah 100% pembayaran pensiun sudah ditanggung oleh Negara.
Menurut Sekretariat Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi
Anggaran (Seknas FITRA) trend belanja pemerintah Tahun 2005 sampai
dengan 2010 adalah sebagaimana terlihat pada grafik dibawah ini.
Gambar 2. Grafik Trend Belanja Pemerintah Tahun 2005-2010.
Grafik belanja pegawai pada APBN dari tahun ke tahun jumlahnya terus
meningkat, realisasi Tahun 2005 sebesar Rp54.254.200.000, Tahun 2006
Rp73.252.300.000 atau meningkat 35% dari belanja pegawai sebelumnya.
Tahun 2007, meningkat 23% atau menjadi Rp90.425.000.000, lalu di APBN
realisasi Tahun 2008 pun meningkat menjadi Rp112.829.900.000 atau 25%
dari tahun sebelumnya. Di Tahun 2009 perubahan, Pemerintah menaikkan
kembali alokasi belanja pegawainya menjadi Rp133.709.200.000 atau 19%
dari tahun sebelumnya. Dalam penetapan APBN Tahun 2010, kenaikan
semakin signifikan, tercatat di Tahun 2010 alokasi belanja pegawai
pemerintah meningkat 20% atau Rp160.364.300.000. Jika dirata-ratakan
kenaikan belanja pegawai pertahunnya sebesar 24,4%.
Kenaikan belanja pegawai pemerintah berbanding lurus dengan belanja
barang dari tahun ke tahun. Tercatat dalam realisasi tahun 2005 ke 2006
mengalami kenaikan yang cukup tinggi, mencapai 62% atau meningkat
sebesar Rp18.010.200.000. Begitu pula di tahun berikutnya, realisasi
belanja barang di tahun 2007 meningkat 16% atau Rp7.329.500.000.
Selanjutnya, di tahun 2008 mengalami peningkatan hanya 3% atau sebesar
Rp1.452.100.000. Kenaikan drastis terjadi dalam APBN Perubahan 2009,
alokasi belanja barang meningkat 53% atau sebesar Rp 29.500.500.000,-
dari tahun sebelumnya. Pada penetapan APBN TA 2010, pemerintah
menganggarkan untuk belanja barang sebesar Rp107.090.100.000,- atau
meningkat 17% dari tahun sebelumnya (mengalami kenaikan sebesar
Rp21.626.100.000,-). Sedangkan kenaikan rata-ratanya sebesar 30,2 % per
tahun.
Dari tahun 2005 ke 2006, baik dari belanja pegawai maupun belanja barang
mengalami kenaikan cukup tinggi, begitu pula belanja modalnya. Untuk
belanja pegawai meningkat 35% belanja barang meningkat 62%,
sedangkan untuk belanja modal meningkat 67% atau mengalami kenaikan
sebesar Rp22.063.100.000, dari realisasi tahun sebelumnya sebesar
Rp32.888.800.000 (menjadi Rp54.951.900.000). Di tahun 2007 mengalami
kenaikan 17% atau meningkat Rp9.336.800.000 (menjadi
Rp64.288.700.000,-). Tahun 2008 meningkat 13% atau Rp8.483.800.000
(menjadi Rp72.772.500.000). Namun dalam APBN Perubahan TA 2009
meningkat hanya 1% atau sebesar Rp609.000.000 (menjadi
Rp73.381.500.000). Sedangkan pada tahun 2010 kembali meningkat
sebesar 12% atau Rp 8.794.000.000, menjadi Rp 82.175.500.000.
Disisi lain, peningkatan dari ketiga belanja di atas tidak diiring dengan
meningkatnya belanja subsidi, yang notabenenya belanja subsidi akan
berdampak pada kehidupan dari masyarakat miskin. Kenaikan gaji pegawai
seharusnya meningkatkan kinerja pemerintah untuk terus mengupayakan
APBN yang pro terhadap masyarakat miskin sesuai dengan amanat
konstitusi. Trend belanja subsidi dari tahun 2005 2010 mengalami
penurunan. Penurunan sudah terlihat diawal tahun 2006. Dalam realisasi
tahun 2005 tercatat sebesar Rp120.765.300.000, kemudian pada tahun
2006 menjadi Rp107.431.800.000 mengalami penurunan sebesar 11% atau
berkurang sebesar Rp13.333.500.000 dari tahun sebelumnya. Pada tahun
2007 meningkat sebesar 40% atau Rp42.782.600.000 dari tahun
sebelumnya menjadi Rp150.214.400.000. Di tahun 2008 meningkat kembali
sebesar 83% atau Rp125.077.100.000 menjadi Rp275.291.500.000.
Semangat subsidi untuk masyarakat terasa di tahun 2008 ini, namun di
tahun selanjutnya alokasi belanja subsidi ini terjun bebas atau turus drastis,
dalam APBN Perubahan 2009 tercatat alokasi belanja subsidi pemerintah
hanya Rp158.117.900.000 yaitu terjadi penurunan sebesar 43% dari tahun
sebelumnya atau Rp117.173.600.000. Rasa pesimistis berlanjut di tahun
2010, pemerintah mengurangi kembali alokasi belanja subsidi menjadi
Rp157.820.300.000,- mengalami penurunan sebesar Rp297.600.000.
Kenaikan belanja pegawai mengorbankan komitmen pemerintah untuk
mensejahterakan rakyat, hal itu terlihat dari penurunan belanja subsidi 43%
di tahun 2009 (http://www.seknasfitra.org/1/4/2010).
Menurut Sekjen Kementrian Keuangan Mulya P Nasution, hingga saat ini
pemerintah belum bisa memisahkan dana pensiunan dari APBN dan dana
pensiunan masih mengandalkan APBN. Jika akan dipisahkan, maka
pengaturan dana pensiunan harus menunggu selesainya Undang-Undang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Apabila tidak dipisahkan,
dikhawatirkan pemerintah dibebani dengan kewajiban dalam APBN yang
pada suatu hari nanti APBN itu tidak fleksibel. Beban dana pensiunan yang
terlalu tinggi di APBN membuat Indonesia mengalami krisis seperti halnya
negara maju karena jumlah yang pensiun semakin banyak.
Pada 2009, pemerintah menggelontorkan 100% dana pensiun dari APBN.
Sebelumnya hingga 2008, pemerintah menetapkan sharing pembayaran
pensiun antara APBN dan PT Taspen sebesar 91% banding 9%. Dalam
Nota Keuangan dan RAPBN 2009, perubahan kebijakan sharing itu
meningkatkan pengeluaran pemerintah dari Rp37,2 Triliun menjadi Rp40,8
Triliun atau meningkat sekitar 9,7%. Sementara itu, pemerintah juga akan
menaikan Tunjangan Hari Tua (THT) seriring rencana kenaikan gaji pokok
PNS 15% pada 2010. Apabila yang berubah gaji pokok, nanti sharing
pemerintah akan berpengaruh dan begitu juga yang dipotong dari pensiun.
Kenaikan gaji pokok sebesar 15% pada tahun 2010 menambah alokasi
anggaran gaji pokok pegawai. PT Taspen mencatat adanya kekurangan
pendanaan sebesar Rp1,97 triliun akibat perubahan formula perhitungan
manfaat THT tahun 2004. Untuk kewajiban ini, pemerintah mulai tahun 2005
mencicil Rp250,2 Miliar per tahun. Sedangkan 2008 pemerintah
mengalokasikan dana sebesar Rp500,2 Miliar. Besarnya cicilan
pembayaran kekurangan pendanaan akan disesuaikan kemampuan
keuangan negara (Harian Ekonomi Neraca, 14 Feb 2011).
Dalam pembayaran pensiun secara pay as you go sebagaimana
dicantumkan dalam Tabel 4 di atas, mulai tahun 2009 dan 2010 beban
pembayaran pensiun 100% ditanggung oleh Negara dan menjadi beban
APBN. Beban APBN menunjukkan trend terus meningkat, Rp40,8 triliun
pada 2009, menjadi Rp46,5 triliun pada 2010, dan Rp52,7 triliun pada 2011,
suatu kenaikan rata 10.5% per tahun. Apabila prediksi Bank Dunia bahwa
terjadi ledakan pensiun sebesar 2,5 juta PNS pada kurun waktu 2010-
2015, pembayaran manfaat pensiun akan melonjak 2 (dua) kali lipat pada
2015 menjadi Rp105,4 Triliun. Apabila prediksi tersebut terjadi maka
tsunami pensiun akan melanda Indonesia dan meluluh lantakkan APBN
Indonesia karena hampir seluruh alokasi belanja pegawai akan terpakai
untuk pembayaran manfaat pensiun.
Bedanya dengan sistem yang lama (pay as you go) meski anggaran dari
APBN lebih kecil namun menimbulkan resiko fiskal. Sumber resiko tersebut
antara lain berasal dari sharing pembayaran pensiun antara APBN dan PT
Taspen. Resiko lainnya berasal dari kebijakan kenaikan gaji pokok PNS
yang akan menyebabkan adanya kekurangan pendanaan alias unfunded
liability. Contohnya, kenaikan gaji pokok PNS tahun 2001, 2003 dan 2007
menyebabkan adanya kekurangan pendanaan dalam program tunjangan
hari tua bagi PNS sebesar Rp1,967 triliun. Terakhir, kenaikan gaji PNS
tahun 2008 sebesar 20% menyebabkan adanya kekurangan pendanaan
sebesar Rp2,5 Triliun (http://keuangan.kontan.co.id/19/8/2008).
5. Transformasi Aparatur Sipil Negara
Pegawai Aparatur Sipil Negara adalah Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai
Tidak Tetap Pemerintah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang
secara kompetitif berdasarkan asas merit, dan diserahi tugas untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan tugas pembangunan negara,
profesional, memiliki nilai-nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta digaji
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebelumnya dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 dan peraturan
pelaksanaannya menerapkan sistem manajemen pegawai sipil berbasis
karir yang mengutamakan senioritas. Pada sistem berbasis karir tersebut
pegawai negeri masuk melalui satu pintu dan yang sudah ditinggalkan oleh
banyak negara. Intervensi politik dan premordialisme kedaerahan sempit
yang semakin menggejala, serta sistem jaminan sosial yang belum
menjamin kehidupan layak serta mampu mencegah praktek KKN. Praktekpraktek
tersebut hanya mungkin diatasi dan dapat dihambat bila sistem
manajemen SDM berbasis jabatan (position based personnel manajemen
system) diterapkan pada semua instansi pusat dan daerah.
Dalam sistem berbasis jabatan, penerimaan pegawai tidak dilakukan
berdasarkan formasi yang ditetapkan setiap tahun atas dasar prakiraan
jumlah pegawai yang pensiun, meninggal atau keluar sebagai PNS, tetapi
atas dasar jabatan yang lowong. Pengisian untuk setiap jabatan tersebut
dilakukan dengan menerapkan prinsip merit (keahlian), melalui proses
rekruitmen secara kompetitif atau terbuka yang dilakukan secara obyektif
untuk mendapatkan calon yang memiliki kompetensi yang paling paling
sesuai dengan kompetensi jabatan.
Untuk mengatasi silo syndrome yang terjadi setelah desentralisasi
kepegawaian ternyata telah menghambat mobilitas pegawai negeri dan
dalam rangka menjaga melaksanakan fungsi PNS sebagai perekat NKRI,
perlu dibentuk Jabatan Eksekutif Senior (jabatan eselon 1, 2, dan 3) yang
harus ditempatkan di seluruh tanah air.
Aparatur Eksekutif Senior adalah profesi bagi pegawai Aparatur Sipil
Negara yang menduduki jabatan eksekutif sebagai pejabat karir tertinggi,
staf ahli, analis utama atau jabatan yang setara pada instansi dan
perwakilan melalui seleksi secara nasional dan diangkat oleh Presiden atas
usul KASN. Pegawai (Aparatur) Eksekutif Senior adalah pegawai Aparatur
Sipil Negara yang menduduki jabatan eksekutif sebagai pejabat karir
tertinggi, staf ahli, analis utama atau jabatan yang setara pada instansi dan
perwakilan melalui seleksi secara nasional dan diangkat oleh Presiden atas
usul KASN.
Pegawai (Aparatur) Eksekutif Senior berfungsi memimpin dan mendorong
setiap pegawai Aparatur Sipil Negara pada Instansi dan Perwakilan melalui:
1) kepeloporan dalam bidang: a) keahlian professional, b) analisis dan
rekomendasi kebijakan, dan c) kepemimpinan manajemen; 2)
mengembangkan kerjasama dengan instansi lain; dan 3) keteladanan
dalam mengamalkan nilai-nilai dasar ASN dan dalam melaksanakan kode
etik ASN.
Pegawai (Aparatur) Eksekutif Senior yang menduduki jabatan eksekutif
tertinggi pada Instansi dan Perwakilan berfungsi sebagai Pejabat yang
Berwenang dalam bidang kepegawaian ASN pada Instansi dan Perwakilan.
Klasifikasi jabatan eksekutif ditetapkan oleh KASN.
Di samping itu, untuk menjaga agar struktur PNS lebih fleksibel dan selalu
sesuai dengan dinamika perkembangan di masyarakat, khususnya dunia,
perlu diadakan jenis PNS baru yaitu Pegawai Negeri Tidak Tetap (contract
government employees) yang menerapkan standard dan norma penggajian
seperti di perusahaan modern.
Pegawai Pemerintah adalah warga negara Indonesia yang memenuhi
persyaratan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang sebagai pegawai
Aparatur Sipil Negara dengan status pegawai tidak tetap dengan perjanjian
kerja untuk menjalankan pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas
pembangunan tertentu untuk masa kerja tertentu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pegawai Pemerintah dengan status pegawai tidak tetap merupakan
pegawai yang diangkat dengan perjanjian kerja untuk jangka waktu paling
singkat 12 (dua belas) bulan guna melaksanakan tugas pelayanan publik,
tugas pemerintahan dan tugas pembangunan pada Instansi dan Perwakilan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan
Pegawai Pemerintah diatur dengan Peraturan Menteri. Untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja dalam bidang tertentu, pimpinan Instansi dapat
mengangkat pekerja sementara untuk jangka waktu paling singkat dari 12
(dua belas) bulan. Pekerja sementara dimaksud tidak berstatus sebagai
Pegawai Aparatur Sipil Negara dari Instansi bersangkutan. Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengangkatan pekerja sementara diatur dengan Peraturan
Menteri.
Untuk melayani rakyat Indonesia yang berjumlah 237 juta menurut Sensus
2010, diperlukan lebih kurang 4,73 juta orang pegawai, bila rasio antara
pegawai per penduduk adalah 1:50. Menurut statistik kepegawaian yang
dikeluarkan oleh Badan Kepegawiaan Negara, pada Mei 2010 kekuatan
Aparatur Sipil Negara Indonesia terdiri dari 4,73 juta anggota dan pimpinan.
Dilihat dari jenis jabatannya, maka sebanyak 2.323.206 orang PNS atau
49% adalah pemangku jabatan fungsional umum, seperti: pengadministrasi,
pengetik, sopir, dan lain sebagainya. Sebanyak 2.172.684 orang PNS atau
46% merupakan pemangku jabatan fungsional tertentu, seperti: guru,
dosen, peneliti, perencana, widyaiswara, dan analis kepegawaian.
Sedangkan 236.582 orang PNS atau 5% adalah pemangku jabatan
struktural, yaitu eselon 5, 4, 3, 2, dan 1. Data PNS menurut jenis jabatannya
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Gambar 3. Jumlah PNS Menurut Kelompok Jenis Jabatan dan Jenis Kelamin
Komposisi ideal jumlah PNS (rightsizing) untuk ketiga jenis jabatan tersebut
belum dapat ditentukan dengan tepat oleh pemerintah karena harus dimulai
dari visi misi setiap instansi pemerintah pusat dan daerah saat menjabarkan
visi misi pemerintahan.
Kekuatan yang besar tersebut yang menduduki jabatan pada semua
instansi pemerintah pusat dan daerah belum terbangun kemampuannya
karena Sistem Kepegawaian yang ditetapkan dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 belum
sepenuhnya berhasil membangun kemampuan aparatur sipil Negara yang
profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek KKN, serta
yang miliki kinerja tinggi. Untuk itu melalui insitiatif DPR RI diajukan usulan
RUU tentang Aparatur Sipil Negara dengan ciri sebagai berikut:
Menetapkan Aparatur Sipil Negara sebagai nama profesi bagi pegawai
Negara yang bertugas melaksanakan kebijakan politik Pemerintahan.
Menetapkan Aparatur Sipil Negara sebagai jabatan profesional, bebas
dari intervensi politik, bersih dari praktek KKN, yang menerapkan nilainilai
dasar Negara dan etika yang harus dilaksanakan oleh pimpinan dan
pegawai, serta peraturan gaji dan persyaratan kerja yang dapat menarik
putra-putri terbaik bangsa;
Menerapkan asas merit atau perbandingan antara kompetensi yang
diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi yang dimiliki calon dalam
rekruitmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan;
Mengintegrasikan manajemen aparatur sipil Negara dengan susunan
organisasi pada instansi pemerintah melalui sistem manajemen berbasis
jabatan (position based personnel management system) yang
merupakan best practices di Negara maju yang lebih efektif untuk
menghasilkan SDM Aparatur Negara yang profesional dan berkinerja
tinggi;
Melindungi Aparatur Sipil Negara dari intervensi politik melalui
pemisahan antara Jabatan Politis dan Jabatan Karir atau Jabatan
Profesi Aparatur Negara melalui: (a) Pendelegasian sebagian
kewenangan penyelenggaraan dan pengawasan Aparatur Sipil Negara
oleh Presiden sebagai Kepala Negara kepada Komisi Aparatur Sipil
Negara, dan (b) Penetapan non Pejabat Negara sebagai Pejabat Yang
Berwenang dalam bidang Aparatur Sipil Negara.
Sebelum RUU tentang Aparatur Sipil Negara, remunerasi yang tidak
berbasis kinerja, pensiun yang kurang menjamin kesejahteraan, dan tidak
adanya lembaga regulasi independen yang diperlukan pada suatu sistem
pemerintahan demokratis amat mempengaruhi kinerja aparatur Negara.
Profesi Aparatur Sipil Negara terdiri dari Pegawai Negara Sipil (PNS) dan
Pegawai Pemerintah (PP) yang menduduki Jabatan Eksekutif, Jabatan
Administratif, dan Jabatan Fungsional pada instansi Pemerintah,
pemerintah derah, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. PNS
merupakan pegawai yang memiliki status sebagai pegawai tetap sampai
pegawai tersebut berhenti sebagai PNS karena telah mencapai usia
pensiun yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau
berhenti sebagai karena berhalangan tetap. PP adalah pegawai Aparatur
Administrasi Negara yang diangkat dengan perjanjian kerja untuk waktu
lebih lama dari 12 (dua belas) bulan untuk menjalankan tugas pelayanan
publik dan atau tugas profesional pada insntansi Pemerintah, pemeritnah
daerah, dan perwakilan/Republik Indonesia di luar negeri. Jabatan profesi
pada Aparatur Negara dan Aparatur Sipil Negara ditetapkan dengan
Undang-Undang.
BAB III
MATERI MUATAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA
Berdasarkan kerangka pemikiran sebagaimana diuraikan dalam Kerangka teoritis
dan empiris sebagaimana diuraikan dalam Bab II, materi RUU Aparatur Sipil
Negara akan dibagi menjadi dua bagian besar yaitu Materi Umum dan Materi
Khusus. Materi Umum memuat ketentuan tentang Aparatur Sipil Negara sebagi
obyek yang hendak diatur dalam UU tentang Aparatur Sipil Negara. Materi Khusus
mengandung ketentuan-ketentuan tentang pengelolaan profesi Aparatur Sipil
Negara, pendelegasian kewenangan untuk mengatur Aparatur Sipil Negara oleh
Presiden kepada Komisi Aparatur Sipil Negara, serta fungsi-fungsi manajemen
Aparatur Sipil Negara.
A. MATERI UMUM
Materi Umum memuat ketentuan tentang Aparatur Sipil Negara sebagi obyek
yang hendak diatur dalam UU tentang Aparatur Sipil Negara.
1. Tata Cara Penyelenggaraan Aparatur Sipil Negara
RUU tentang Aparatur Sipil Negara adalah UU yang mengatur tata cara
penyelenggaraan Aparatur Sipil Negara sebagai suatu profesi yang
profesional, bersih dari intervensi politik, bebas dari praktek KKN, efisien
dan efektf dalam menyelenggarakan pelayanan publik serta tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan. Karena itu yang menjadi obyek adalah
pengaturan dalam RUU ini adalah semua pegawai Aparatur Sipil Negara
yang diangkat oleh Pejabat Yang Berwenang melalui seleksi yang
menerapkan asas merit yaitu perbandingan relatif antara kompetensi yang
diperlukan untuk suatu jabatan dengan kompetensi yang dimiliki oleh calon,
diangkat, ditempatkan dan dipromosikan pada jabatan melalui penilaian
obyektif, dan mendapat gaji dan terikat pada persyaratan kerja sampai
selesai masa tugasnya.
RUU Aparatur Sipil Negara tidak mencakup Pejabat Negara. Pejabat
Negara baik yang dipilih maupun yang diangkat oleh Presiden sebagai
Kepala Negara dan/atau Kepala Pemerintahan adalah pejabat yang
menjalankan tanggung jawab dalam penyelenggaraan kekuasaan atau
merumuskan politik Negara dalam bidang legislatif, ekskutif, yudikatif,
auditif, dan moneter tugas kepercayaan atau tugas pengabdian. Para
pejabat bukan pegawai negeri dan bukan pegawai pemerintah.
Pejabat Negara adalah pimpinan dan atau anggota lembaga Negara baik
yang ditetapkan dalam UUD 1945 dan yang ditetapkan dengan Undang-
Undang. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 menetapkan
Pejabat Negara terdiri dari: Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil
Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua
dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota
Dewan Pertimbangan Agung, Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim
Agung pada Mahkamah Agung, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan
Pemeriksa Keuangan, Menteri dan Jabatan Setingkat Menteri, Kepala
Perwakilan Republik Indonesia uang berkedudukan sebagai Duta Besar
Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, dan Pejabat lain yang ditetapkan
oleh Undang-Undang. Setelah amandemen UUD 1945 pejabat Negara
bertambah dengan Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Dewan Perwakilan
Daerah, Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Mahkamah Konstitusi, Ketua,
Wakil Ketua dan Anggota Komisi Yudisial.
2. Profesi Aparatur Sipil Negara
Profesi Aparatur Sipil Negara dapat dipandang sebagai bagian dari profesi
Aparatur Negara yang terdiri dari pegawai jabatan sipil dan anggota jabatan
militer yang bertugas dan bertanggungjawab untuk melaksanakan
pencapaian tujuan kebijakan pemerintahan Negara yang disusun oleh para
pejabat Negara. Aparatur Negara Republik Indonesia terdiri dari Aparatur
Sipil Negara dan Tentara Nasional Indonesia. Dalam Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang dimaksud dengan TNI adalah
pegawai Negara yang dipersiapkan dan dipersenjatai untuk tugas-tugas
pertahanan Negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman
bersenjata sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
RUU ini TNI adalah Aparatur Negara.
Aparatur Sipil Negara adalah Aparatur Negara yang menjalankan tugas
pelayanan publik, tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan pada
semua instansi pemerintah dan pemerintah daerah. Aparatur Sipil Negara
terdiri dari Jabatan Eksekutif, Jabatan Administrasi, dan Jabatan
Fungsional. Jenis dan macam jabatan fungsional ditetapkan dengan
Undang-Undang. Pada saat ini jabatan yang telah ditetapkan sebagai
jabatan fungsional adalah Hakim (Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009),
Polisi Republik Indonesia (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002), Guru
dan Dosen (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005).
Untuk mendukung demokrasi yang menerapkan checks and balances
diperlukan suatu aparatur yang independen dan a-politis agar dapat
menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan dan pelayanan publik
secara professional dan tanpa intervensi dari kekuatan politik. Di beberapa
Negara seperti India, Malaysia, Filipina, dan Srilangka otoritas tersebut
berada pada lembaga yang diatur dalam Konstitusi. Civil Service
Commission atau Public Service Commission tersebut pimpinan dan
anggotanya diangkat oleh kepala bukan oleh kepala pemerintah.
Agar dapat berjalan dengan baik, sistem manajemen personalia berbasis
jabatan harus memiliki independensi yang memadai, bebas dari intervensi
lembaga legislatif maupun pejabat politik di cabang eksekutif, baik dalam
kewenangan penyusunan regulasi kepegawaian, maupun dalam rekruitment
dan pengangkatan. Agar independesi tersebut dapat terselenggara perlu
dibentuk suatu Komisi Kepegawaian Negara, atau Komisi Pelayanan Publik,
sebagai komisi independen yang memiliki kewenangan menyusun regulasi
kepegawaian, termasuk penetapan sistem penggajian, sistim pensiun dan
jaminan sosial, serta regulasi tentang norma dan standar managemen
kepegawaian. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 sebenarnya sudah
memerintahkan pembentukan Komisi independen untuk mereformasi sistem
manajemen SDM aparatur, tetapi tanpa alasan yang jelas amanat tersebut
sampai sekarang belum dilaksanakan oleh Pemerintah.
B. MATERI KHUSUS
Materi Khusus mengandung ketentuan-ketentuan tentang pengelolaan profesi
Aparatur Sipil Negara, pendelegasian kewenangan untuk mengatur Aparatur
Sipil Negara oleh Presiden kepada Komisi Aparatur Sipil Negara, serta fungsifungsi
manajemen Aparatur Sipil Negara.
1. Komisi Aparatur Sipil Negara
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) adalah lembaga negara yang mandiri,
bebas dari intervensi politik, dan diberi kewenangan untuk menetapkan
regulasi mengenai profesi ASN, mengawasi pelaksanaan regulasi oleh
Instansi dan Perwakilan, dan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
KASN bertujuan: a) meningkatkan kekuatan dan kemampuan ASN dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, melaksanakan tugas pemerintahan dan
pembangunan untuk mencapai tujuan negara; b) menjamin agar ASN bebas
dari campur tangan politik; c) Mendorong penyelenggaraan negara dan
pemerintahan negara yang efektif, efisien, jujur, terbuka, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme; d) menciptakan sistem kepegawaian
sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia; e) membangun ASN
yang profesional, berkemampuan tinggi, berdedikasi, dan terdepan dalam
manajemen kebijakan publik; f) mewujudkan negara hukum yang
demokratis, adil, dan sejahtera; dan g) melakukan pembinaan Pejabat
Eksekutif Senior.
KASN berfungsi menetapkan peraturan mengenai profesi ASN dan
mengawasi pelaksanaan regulasi tersebut oleh Instansi dan Perwakilan.
KASN bertugas: a) mempromosikan nilai-nilai dasar dan kode etik ASN; b)
Mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai dasar ASN oleh Instansi dan
Perwakilan; c) menyusun pedoman analisis keperluan pegawai; d)
memberikan pertimbangan kepada Menteri dalam penetapan kebutuhan
pegawai; e) mengusulkan calon Pejabat Eksekutif Senior terpilih pada
Instansi dan Perwakilan kepada Presiden untuk ditetapkan; f) menyusun,
meninjau ulang, dan mengevaluasi kebijakan dan kinerja ASN pada Instansi
dan Perwakilan; g) Mengevaluasi sistem dan mekanisme kerja Instansi dan
Perwakilan untuk menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan
mengenai disiplin ASN; dan h) melakukan tugas lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
KASN berwenang: a) menetapkan peraturan mengenai kebijakan
pembinaan profesi ASN; b) melakukan pengawasan pelaksanaan
peraturan; c) melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran
peraturan; dan d) melakukan manajemen kepegawaian Pejabat Eksekutif
Senior. Selain wewenang di atas, KASN berwenang menyampaikan saran
kepada Presiden, Menteri, kepala daerah, atau pimpinan penyelenggara
negara lainnya untuk perbaikan, peningkatan kekuatan, dan kemampuan
ASN.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota KASN dari anggota KASN terpilih yang
diusulkan oleh tim seleksi ditetapkan oleh Presiden selaku Kepala Negara.
Anggota KASN terdiri dari unsur sebagai berikut: 1) wakil pemerintah
sebanyak 1 (satu) orang; 2) akademisi sebanyak 2 (dua) orang; 3) tokoh
masyarakat sebanyak 1 (satu) orang; 4) wakil organisasi ASN sebanyak 1
(satu) orang; dan 5) wakil daerah sebanyak 2 (dua) orang.
2. Manajemen Aparatur Sipil Negara
Materi khusus RUU Aparatur Sipil Negara mengatur mengenai pengelolaan
atau manajemen aparatur sipil Negara yang mencakup berbagai unsur
sebagai berikut:
Matrik 1: Unsur Pengaturan RUU Aparatur Sipil Negara
NO UNSUR PENGATURAN KONSEP DALAM RUU APARATUR SIPIL NEGARA
1 Asumsi tentang
administrasi
pemerintahan negara
Struktur administrasi pemerintahan profesional dan
modern, terdesentralisasi, bebas intervensi politik, bersih
praktek KKN, dan kinerja tinggi.
2 Tujuan RUU Menetapkan Aparatur Sipil Negara suatu profesi yang
memiliki nilai dasar, etika profesi, kualitifikasi dan
kompetensi khusus sebagai pelaksana penyelenggaraan
pemerintahan negara.
3 Obyek pengaturan PNS (pegawai tetap) dan Pegawai Pemerintah (pegawai
kontrak) yang bekerja pada pada instansi Pemerintah,
instansi pemerintah daerah, dan perwakilan RI di LN yang
terdiri dari:
a. Aparatur Eksekutif Senior, dan
b. Pegawai Jabatan Administrasi,
c. Pegawai Jabatan Fungsional, serta
d. Anggota POLRI.
4 Otoritas kepegawaian 1. Presiden sebagai Penanggung Jawab Tertinggi
pelaksanaan kewenangan pengaturan dan pembinaan
pegawai ASN.
2. Menteri adalah pembuat kebijakan umum
pendayagunaanpegawai ASN.
3. LAN adalah pelaksana dan Pembina litbang
administrasi dan pelaksana dan Pembina diklat
kepegawian.
4. BKN adalah pelaksana dan Pembina administrasi
pegawai Instansi Pemerintah.
5 Komisi Aparatur Sipil
Negara
KASN yang terdiri dari 3 5 anggota adalah lembaga
Negara yang bertugas merumuskan regulasi tentang
profesi ASN dan mengawasi pelaksanaan regulasi tersebut
oleh instansi Pemerintah, pemerintah derah, dan
perwakilan RI di LN.
6 Sistem manajemen
kepegawaian
Position based personnel management system.
7 Nilai nilai dasar Nilai dasar ideal dan nilai dasar pejabat publik.
8 Etika Profesi Kode etika operasional bagi pegawai ASN.
9 Pelanggaran Kode Etik Atasan wajib mengenakan sanksi atas pelanggaran Nilai
Dasar dan Kode Etik. Pelanggaran atas kewajiban tersebut
dikenakan sanksi.
10 Perlindungan terhadap
pelapor atau
whisleblowers
Memberikan perlindungan kepada pegawai ang
melaporkan pelanggaran nilai dasar, kode etik, dan praktek
KKN.
11 Aparatur Eksekutif Pegawai Aparatur Eksekutif adalah pegawai ASN yang
bersifat nasional yang harus siap ditempatkan diseluruh
daerah.
12 Aparatur Fungsional dan
Aparatur Administrasi
Pegawai Aparatur Fungsional adalah PNS dan/atau PP
yang menjalankan tugas pelayanan publik dalam bidang
pendidikan formal, pelayanan kedokteran dan kesehatan,
penyuluh pertanian, penelitian dan rekayasa,
perpustakaan, laboratorium dan teknisi, serta lain lain
jabatan profesi yang ditetapkan dengan Undang Undang.
13 Akademi Aparatur Sipil
Negara
Kewajiban mengikuti pendidikan Akademi Aparatur Sipil
Negara bagi pegawai baru Jabatan Eksekutif dan perwira
baru Polri.
14 Pengembangan Staf Setiap pegawai ASN wajib menggunakan 10 persen hari
kerja setahun untuk berbagai kegiatan pengembangan
profesi.
15 Mobilitas Staf Kewajiban tour of duty adalah syarat promosi bagi
Pegawai Jabatan Eksekutif. Pada Instansi Pusat wajib
melakukan tour of duty antar daerah dan antar sector.
Pada instansi provinsi wajib tour of duty antar kabupaten
dan kota dan antar dinas. Pada instansi kabupaten dan
kota, tour of duty antar kecamatan dan antar dinas
kabupaten dan kota.
16 Sistem Penggajian Sistem gaji berbasis kinerja menetapkan gaji harus sesuai
dengan beban kerja dan tanggung jawab yang dipikul oleh
pegawai. Gaji pegawai tidak boleh terlalu berbeda dari gaji
di perusahaan swasta.
NO UNSUR PENGATURAN KONSEP DALAM RUU APARATUR SIPIL NEGARA
17 Sistem pensiun Mulai 1 januari 2012 menerapkan sistem pay as you go
untuk PNS (pegawai tetap ASN) dan fully funded system
untuk PP (pegawai kontrak ASN).
18 Penyelesaian
perselisihan
1. Perselisihan tentang pelanggaran nilai dasar dan Kode
Etik diselesaikan melalui BAPEK sebagai badan
arbitrase.
2. Perselisihan tentang tindakan administrasi diselesaikan
melalui PTUN.
3. Pelanggaran pidana dan perdata melalui lembaga
peradilan.
a. Asumsi Tentang Administrasi Pemerintahan Negara
Struktur administrasi pemerintahan profesional dan modern,
terdesentralisasi, bebas intervensi politik, bersih praktek KKN, dan
kinerja tinggi.
b. Tujuan RUU ASN
Menetapkan Aparatur Sipil Negara suatu profesi yang memiliki nilai
dasar, etika profesi, kualifikasi dan kompetensi khusus sebagai
pelaksana penyelenggaraan pemerintahan negara.
c. Obyek pengaturan
Obyek pengaturan PNS (pegawai tetap) dan Pegawai Pemerintah
(pegawai kontrak) yang bekerja pada pada instansi Pemerintah, instansi
pemerintah daerah, dan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
yang terdiri dari: 1) Aparatur Eksekutif Senior; 2) Pegawai Jabatan
Administrasi; 3) Pegawai Jabatan Fungsional; dan 4) Anggota POLRI.
Pegawai Aparatur Sipil Negara adalah pegawai negeri sipil dan pegawai
tidak tetap pemerintah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang
secara kompetitif berdasarkan asas merit, dan diserahi tugas untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan tugas pembangunan
negara, profesional, memiliki nilai-nilai dasar, etika profesi, bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta
digaji berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pegawai Negeri Sipil adalah warga negara Indonesia yang memenuhi
persyaratan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang sebagai
Pegawai ASN dengan status pegawai tetap, bekerja di instansi dan
perwakilan, menjalankan kewenangan dan fungsi pemerintahan, dan
dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sampai
mencapai batas usia pensiun, meninggal dunia, berhalangan tetap
dan/atau diberhentikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pegawai Tidak Tetap Pemerintah adalah warga negara Indonesia yang
memenuhi persyaratan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang
sebagai Pegawai ASN dengan status pegawai tidak tetap dengan
perjanjian kerja untuk menjalankan pelayanan publik, tugas
pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu dalam masa kerja
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jabatan Eksekutif Senior adalah sekelompok jabatan tertinggi pada
instansi dan perwakilan. Aparatur Eksekutif Senior adalah Pegawai ASN
yang menduduki sekelompok jabatan tertinggi pada instansi dan
perwakilan melalui seleksi secara nasional yang dilakukan oleh komisi
aparatur sipil negara dan diangkat oleh Presiden.
Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi tugas
pokok dan fungsi berkaitan dengan pelayanan administrasi, manajemen
kebijakan pemerintahan, dan pembangunan. Pegawai Jabatan
Administrasi adalah Pegawai ASN pada instansi dan perwakilan yang
menjalankan tugas pelayanan administrasi, manajemen kebijakan
pemerintahan, dan pembangunan.
Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi tugas pokok
dan fungsi berkaitan dengan pelayanan fungsional. Pegawai Jabatan
Fungsional adalah Pegawai ASN pada instansi dan perwakilan yang
menjalankan tugas pelayanan fungsional berdasarkan keahlian dan
keterampilan tertentu. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat karier
tertinggi pada Instansi dan Perwakilan.
d. Otoritas Kepegawaian
Otoritas kepegawaian Presiden sebagai Penanggung Jawab Tertinggi
pelaksanaan kewenangan pengaturan dan pembinaan pegawai ASN.
Menteri adalah pembuat kebijakan umum pendayagunaan pegawai
ASN. LAN adalah pelaksana dan Pembina litbang administrasi dan
pelaksana dan Pembina diklat kepegawian. BKN adalah pelaksana dan
Pembina administrasi pegawai Instansi Pemerintah.
Untuk melakukan pembinaan profesi dan Pegawai ASN, Presiden
mendelegasikan sebagian kekuasaan pembinaan dan manajemen ASN
kepada:
1) Menteri, berkaitan dengan kewenangan perumusan kebijakan umum
pendayagunaan Pegawai ASN;
2) KASN, berkaitan dengan kewenangan perumusan kebijakan
pembinaan profesi ASN dan pengawasan pelaksanaannya pada
Instansi dan Perwakilan;
3) LAN, berkaitan dengan kewenangan penelitian dan pengembangan
administrasi pemerintahan negara, pembinaan pendidikan dan
pelatihan Pegawai ASN, dan penyelenggaraan lembaga pendidikan
Aparatur Sipil Negara; dan
4) BKN, berkaitan dengan kewenangan pembinaan manajemen
Pegawai ASN, penyelenggaraan eleksi nasional calon Pegawai ASN,
pembinaan Pusat Penilaian Kinerja Pegawai ASN, pemeliharaan dan
pengembangan Sistem Informasi Pegawai ASN, dan pembinaan
pendidikan fungsional analis kepegawaian.
e. Komisi Aparatur Sipil Negara
KASN yang terdiri dari 3-5 anggota adalah lembaga Negara yang
bertugas merumuskan regulasi tentang profesi ASN dan mengawasi
pelaksanaan regulasi tersebut oleh instansi Pemerintah, pemerintah
derah, dan perwakilan RI di LN. Selain itu, KASN berfungsi menetapkan
peraturan mengenai profesi ASN dan mengawasi pelaksanaan regulasi
tersebut oleh Instansi dan Perwakilan. KASN berkedudukan di ibukota
negara dan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan: 1)
profesionalitas; 2) keadilan; 3) non-diskriminasi; 4) tidak memihak; 5)
keterbukaan; 6) akuntabilitas; dan 7) kerahasiaan.
f. Sistem Manajemen Kepegawaian
Dalam UU ASN, sistem manajemen kepegawaian adalah position based
personnel management system dan keseluruhan manajemen ASN
meliputi: 1) penetapan kebutuhan dan pengendalian jumlah; 2)
pengadaan; 3) jabatan; 4) pola karier; 5) penggajian, tunjangan,
kesejahteraan, dan penghargaan; 6) sanksi dan pemberhentian; 7)
pensiun; dan 8) perlindungan. Manajemen ASN di daerah dilaksanakan
oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Kualifikasi, Kompetensi, dan Penetapan Pegawai Aparatur Sipil
Negara
Penetapan kebutuhan Pegawai ASN merupakan analisis keperluan
jumlah, jenis, dan status Pegawai ASN yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas utama secara efektif dan efisien untuk mendukung
beban kerja Instansi dan Perwakilan. Pengumuman penetapan
kebutuhan Pegawai ASN dilaksanakan oleh KASN.
Setelah kebutuhan pegawai ASN ditetapkan, kemudian dilakukan
pengadaan calon Pegawai ASN yaitu kegiatan untuk mengisi jabatan
yang lowong. Pengadaan calon Pegawai ASN dilakukan melalui tahapan
perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi,
pengumuman hasil seleksi, masa percobaan, dan pengangkatan
menjadi Pegawai ASN.
Seleksi penerimaan calon Pegawai ASN dilaksanakan oleh Instansi atau
Perwakilan untuk mengevaluasi secara obyektif kompetensi, kualifikasi,
dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan, dan yang dimiliki oleh
pelamar. Seleksi calon Pegawai ASN terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu
seleksi administrasi, seleksi umum, dan seleksi khusus. Seleksi
administrasi dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan masing-masing
untuk memeriksa kelengkapan persyaratan. Instansi atau Perwakilan
yang menerima pendaftaran calon Pegawai ASN memberikan nomor
peserta penyaringan bagi pelamar yang sudah lulus persyaratan
administrasi. Seleksi umum dilaksanakan oleh Instansi atau Perwakilan
masing-masing dengan materi yang disusun oleh BKN. Seleksi khusus
diselenggarakan oleh Instansi atau Perwakilan dilakukan dengan
membandingkan secara obyektif kualifikasi dan kompetensi yang
dipersyaratkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan yang dibutuhkan oleh pelamar.
Kompetensi dimaksud meliputi: 1) kompetensi teknis yang diukur dari
tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan
pengalaman bekerja secara teknis; 2) kompetensi manajerial yang
diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen, dan
pengalaman kepemimpinan; dan 3) kompetensi sosial kultural yang
diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk
dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan
kebangsaan.
Pembinaan dan Pengembangan Aparatur Sipil Negara
Pegawai ASN diangkat dalam jabatan tertentu pada Instansi atau
Perwakilan. Pengangkatan dan penetapan Pegawai ASN dalam jabatan
tertentu ditentukan berdasarkan perbandingan obyektif antara
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan
dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh
pegawai.
Setiap jabatan tertentu dimaksud dikelompokkan dalam klasifikasi
jabatan ASN yang menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme,
dan pola kerja. Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi jabatan dan
klasifikasi jabatan yang memuat jenis dan kategori jabatan pada Instansi
dan Perwakilan diatur dengan Peraturan Menteri. Setiap Pegawai ASN
direkrut untuk menduduki Jabatan Administrasi dan Jabatan Fungsional
yang lowong. Pegawai ASN dapat berpindah jalur antar-Jabatan
Eksekutif Senior, administrasi, dan fungsional berdasarkan kualifikasi,
kompetensi, dan penilaian kinerja.
Untuk menjamin keselarasan potensi ASN dengan kebutuhan
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan perlu disusun
pola karier ASN yang terintegrasi secara nasional. Setiap Instansi dapat
menyusun pola karier aparaturnya secara khusus sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan pola karier nasional. Ketentuan lebih lanjut
mengenai pola karir ASN secara nasional diatur dengan Peraturan
Menteri setelah mendapat pertimbangan KASN.
Setiap Pegawai ASN dinaikkan jabatannya secara kompetitif. Kenaikan
jabatan secara kompetitif dimaksud didasarkan pada kualifikasi,
kompetensi, dan penilaian kinerja. Ketentuan lebih lanjut mengenai
kenaikan jabatan diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat
pertimbangan KASN. Pengembangan karier ASN dilakukan berdasarkan
kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja. Pengembangan karier
ASN dilakukan dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas.
Integritas diukur dari kejujuran, kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, kemampuan bekerja sama, dan pengabdian
kepada masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan moralitas diukur
dari penerapan dan pengamalan nilai-nilai etika agama, budaya, dan
sosial kemasyarakatan.
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan ASN dilakukan penilaian
kinerja. Penilaian kinerja pegawai ASN berada di bawah kewenangan
Pejabat yang Berwenang pada Instansi masing-masing. Penilaian
kinerja Pegawai ASN didelegasikan secara berjenjang kepada atasan
langsung dari Pegawai ASN. Penilaian kinerja Pegawai ASN dapat juga
dilakukan oleh bawahan kepada atasannya. Penilaian kinerja Pegawai
ASN dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu
dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, sasaran,
hasil, dan manfaat yang dicapai. Penilaian kinerja Pegawai ASN
dilakukan secara obyektif, terukur, akuntabel, partisipasi, dan
transparan. Hasil penilaian kinerja Pegawai ASN disampaikan kepada
Tim Penilai Kinerja Pegawai ASN. Hasil penilaian kinerja Pegawai ASN
dimanfaatkan untuk menjamin obyektivitas dalam pengembangan ASN,
dan dijadikan sebagai persyaratan dalam pengangkatan jabatan dan
kenaikan pangkat, pemberian tunjangan dan sanksi, mutasi, dan
promosi, serta untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.
Hak Dan Kewajiban Pimpinan Dan Pegawai Aparatur Sipil Negara
Pegawai ASN berhak memperoleh: 1) gaji, tunjangan, dan
kesejahteraan yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan
tanggung jawabnya; 2) cuti; 3) pengembangan kompetensi; 4) biaya
perawatan; 5) tunjangan bagi yang menderita cacat jasmani atau cacat
rohani dalam dan sebagai akibat menjalankan tugas kewajibannya yang
mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun; 6) uang
duka; dan 7) pensiun bagi yang telah mengabdi kepada negara dan
memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Pegawai ASN wajib: 1) setia dan taat kepada Pancasila, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia; 2) menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa; 3) menaati semua ketentuan peraturan perundangundangan; 4)
melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan
penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab; 5)
menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, tindakan,
dan ucapan kepada setiap orang baik di dalam maupun di luar
kedinasan; dan 6) menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat
mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
g. Nilai-Nilai Dasar
Nilai-nilai dasar yang dimaksud adalah nilai dasar ideal yang berlaku
bagi Aparatur Sipil Negara sekaligus juga merupakan nilai dasar bagi
pejabat publik. Nilai-nilai dasar ASN dalam menjalankan tugasnya
adalah sebagai berikut: 1) memegang teguh nilai-nilai dalam ideologi
negara Pancasila; 2) setia dan mempertahankan Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3) menjalankan tugas
secara profesional dan tidak berpihak; 4) membuat keputusan
berdasarkan prinsip keahlian; 5) menciptakan lingkungan kerja yang
non-diskriminatif; 6) memelihara dan menjunjung tinggi standar etika
yang luhur; 7) mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya
kepada publik; 8) memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan
dan program Pemerintah; 9) memberikan layanan kepada publik secara
jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan
santun; 10) mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi; 11)
menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerjasama; 12) mengutamakan
pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai; 13) mendorong
kesetaraan dalam pekerjaan; dan 14) meningkatkan efektivitas sistem
pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat sistem karier.
h. Etika Profesi
Untuk menjaga martabat dan kehormatan pegawai ASN maka disusun
suatu kode etika operasional bagi pegawai ASN. Kode etik Aparatur sipil
Negara memuat ketentuan bahwa Pegawai ASN: 1) menjalankan tugas
dengan jujur, hati-hati, rajin, dan berintegritas; 2) bersikap hormat,
sopan, dan santun; 3) menaati ketentuan peraturan
perundangundangan; 4) taat pada arahan dari atasan atau Pejabat yang
Berwenang; 5) menjaga kerahasiaan yang berkaitan dengan kebijakan
yang dibuat oleh Pejabat Negara; 6) menggunakan kekayaan dan
barang milik negara dengan sebaik dan seefisien mungkin untuk
kepentingan masyarakat; 7) menjaga agar tidak terjadi pertentangan
kepentingan dalam pelaksanaan tugasnya; 8) memegang teguh nilainilai
dasar ASN dengan selalu menjaga reputasi dan integritas profesi
dalam menjalankan tugasnya; dan dilarang menyalahgunakan informasi
publik dan/atau tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya untuk
mendapatkan, mencari keuntungan, serta manfaat bagi diri sendiri atau
orang lain.
Dalam menjalankan tugas sebagai ASN dibentuk Perkumpulan Profesi
yaitu Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI). Sesuai dengan etika
profesi ASN di atas, Korpri juga memiliki kode etik yang merupakan
pedoman sikap dan tingkah laku angotanya. Kode Etik Korpri yang
terangkum dalam Panca Parsetya Korpri merupakan Keputusan
Musyawarah Nasional VI KORPRI Nomor : KEP- 08/MUNAS/2004
tentang Kode Etik KORPRI dan Penjelasannya. Adapun kode etika
Korpri selengkapnya adalah: 1) Setia dan taat kepada Negara Kesatuan
dan Pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945; 2) Menjunjung tinggi kehormatan bangsa
dan negara serta memegang teguh rahasia jabatan dan rahasia negara;
3) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas
kepentingan pribadi dan golongan; 4) Bertekad memelihara persatuan
dan kesatuan bangsa serta kesetiakawanan Korps Pegawai Republik
Indonesia; 5) Berjuang menegakkan kejujuran dan keadilan, serta
meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme.
i. Pelanggaran Kode Etik
Pejabat yang Berwenang wajib mengenakan sanksi terhadap
pelanggaran nilai dasar dan kode etik. Ketentuan lebih lanjut mengenai
kode etik Pegawai ASN, sanksi, dan tata beracara penyelesaian dugaan
pelanggaran kode etik Pegawai ASN diatur dengan Peraturan KASN.
Pegawai ASN yang melanggar ketentuan peraturan perundangundangan
dikenakan sanksi. Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh
Pegawai ASN terdiri dari:
1) pelanggaran ringan;
2) pelanggaran sedang; dan/atau
3) pelanggaran berat.
Sanksi diberikan kepada Pegawai ASN berupa:
1) sanksi administratif; atau
2) sanksi pidana.
Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pemberian sanksi
administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
j. Perlindungan Terhadap Pelapor Atau Whisleblowers
Pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum, perlindungan
keselamatan, dan perlindungan kesehatan kerja terhadap Pegawai ASN
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Perlindungan hukum yang
dimaksud meliputi perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya
dan memperoleh bantuan hukum terhadap kesalahan yang dilakukan
dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sampai putusan terhadap
perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.
Perlindungan keselamatan dan perlindungan kesehatan kerja meliputi
perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan
kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan
lingkungan kerja, dan/atau risiko lain. Dengan demikian memberikan
perlindungan kepada pegawai yang melaporkan pelanggaran nilai dasar,
kode etik, dan praktek KKN. Ketentuan lebih lanjut mengenai
perlindungan terhadap Aparatur Sipil Negara dalam menjalankan tugas
dan kewajiban diatur dengan Peraturan KASN.
k. Aparatur Eksekutif Senior (AES)
Aparatur Eksekutif Senior adalah bagian dari pegawai ASN yang
menempati kedudukan yang ditetapkan sebagai kedudukan eksekutif
oleh KASN. Pegawai AES adalah pegawai Aparatur Sipil Negara yang
bersifat nasional yang pengelolaannya dilakukaan secara nasional oleh
KASN tetapi ditempatkan pada semua insntansi pemerintah pusat dan
pemerintah di seluruh wilayah negara dan di luar negeri.
Aparatur Eksekutif Senior merupakan unsur ASN yang menduduki
jabatan eksekutif pada Instansi dan Perwakilan. Aparatur Eksekutif
Senior berfungsi memimpin dan mendorong setiap Pegawai ASN pada
Instansi dan Perwakilan melalui:
1) kepeloporan dalam bidang: a) keahlian profesional; b) analisis dan
rekomendasi kebijakan; dan c) kepemimpinan manajemen.
2) mengembangkan kerjasama dengan Instansi lain; dan
3) keteladanan dalam mengamalkan nilai-nilai dasar ASN dan
melaksanakan kode etik ASN.
Pejabat Eksekutif Senior yang menduduki jabatan eksekutif tertinggi
pada Instansi dan Perwakilan berfungsi sebagai Pejabat yang
Berwenang dalam bidang kepegawaian ASN pada Instansi dan
Perwakilan. Ketentuan mengenai hak, kewajiban, dan kewenangan
Pejabat Eksekutif Senior diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah. Jabatan Eksekutif Senior terdiri dari pejabat struktural
tertinggi, staf ahli, analis kebijakan, dan pejabat lainnya yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan pejabat
struktural tertinggi antara lain Wakil Menteri, Sekretaris Jenderal,
Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal, Sekretaris Daerah,dan Kepala
Lembaga Pemerintah non Kementerian. Yang dimaksud dengan staf
ahli antara lain Staf Ahli Presiden, Staf Ahli Pimpinan Lembaga Negara,
dan Staf Ahli Menteri. Yang dimaksud dengan analis kebijakan adalah
pejabat fungsional yang memiliki pangkat dan golongan tertinggi dalam
jabatannya. Yang dimaksud dengan pejabat lainnya adalah jabatanjabatan
selain yang disebutkan dan diatur berdasarkan undang-undang.
Setiap Jabatan Eksekutif Senior ditetapkan kompetensi, kualifikasi,
integritas, dan persyaratan lain yang dibutuhkan. Penetapan
kompetensi, kualifikasi, integritas, dan persyaratan lain yang dibutuhkan
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pengisian Jabatan Eksekutif
Senior untuk jabatan struktural pada kementerian dan kesekretariatan
lembaga negara dilakukan melalui promosi dari Pegawai Negeri Sipil
yang berasal dari seluruh Instansi dan Perwakilan. Pengisian Jabatan
Eksekutif Senior sebagai kepala lembaga pemerintah non kementerian,
staf ahli, dan analis kebijakan dilakukan melalui seleksi oleh KASN yang
berasal dari PNS, Pejabat kalangan swasta, Badan Usaha Milik Negara,
dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Rumusan Alternatif: Pengisian
Jabatan Eksekutif Senior sebagai kepala lembaga pemerintah non
kementerian, staf ahli, dan analis kebijakan ditetapkan oleh Presiden
Pejabat Eksekutif Senior dilarang merangkap jabatan lain baik dalam
jabatan negara maupun jabatan politik. Ketentuan mengenai klasifikasi
jabatan eksekutif senior diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
l. Aparatur Fungsional dan Aparatur Administrasi
Pegawai Aparatur Fungsional adalah PNS dan/atau PP yang
menjalankan tugas pelayanan publik dalam bidang pendidikan formal,
pelayanan kedokteran dan kesehatan, penyuluh pertanian, penelitian
dan rekayasa, perpustakaan, laboratorium dan teknisi, serta lain-lain
jabatan profesi yang ditetapkan dengan Undang-Undang.
Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri dari jabatan fungsional keahlian
dan jabatan fungsional keterampilan. Jabatan fungsional keahlian terdiri
dari ahli pertama, ahli muda, ahli madya, dan ahli utama. Jabatan
fungsional keterampilan terdiri dari pemula, terampil, dan mahir.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan fungsional keahlian dan jabatan
fungsional keterampilan diatur dengan Peraturan Menteri.
Jabatan Administrasi dalam ASN terdiri dari jabatan pelaksana, jabatan
pengawas, dan jabatan administrator. Jabatan pelaksana bertanggung
jawab melaksanakan kegiatan pelayanan publik, administrasi
pemerintahan, dan pembangunan. Jabatan pengawas bertanggung
jawab mengawasi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat
pelaksana. Jabatan administrator bertanggung jawab memimpin
pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik, administrasi
pemerintahan, dan pembangunan. Setiap jabatan tersebut ditetapkan
kompetensi yang dibutuhkan. Penetapan kompetensi yang dibutuhkan
dan ketentuan mengenai klasifikasi Jabatan Administrasi diatur dengan
Peraturan Menteri.
m. Lembaga pendidikan Aparatur Sipil Negara
Setelah diangkat sebagai pegawai AES setiap calon pegawai wajib
mengikuti pendidikan pada Lembaga pendidikan Aparatur Sipil Negara
yang berlangsung selama 6 (enam) bulan. Setelah menyelsaikan
pendidikan Calon Pegawai AES, pegawai PNS baru ditempatkan pada
instansi Pemerintah Pusat, perwakilan, dan/atau pemerintah daerah.
n. Pengembangan Staf
Setiap pegawai ASN wajib menggunakan 10 persen hari kerja setahun
untuk berbagai kegiatan pengembangan profesi. LAN Sebagai contoh:
BKN mulai tahun 2007 menyelenggarakan Pendidikan Ilmu
Kepegawaian (PIK) dengan konsentrasi manajemen kepegawaian pada
jenjang Sarjana/Strata 1 yang bertujuan untuk mencetak Para Analis
Kepegawaian tingkat Ahli yang akan mengatasi masalah-masalah
kepegawaian di pusat maupun daerah.
o. Mobilitas Staf
Kewajiban tour of duty adalah syarat promosi bagi Pegawai Jabatan
Eksekutif. Pada Instansi Pusat wajib melakukan tour of duty antar
daerah dan antar sektor. Pada instansi provinsi wajib tour of duty antar
kabupaten dan kota dan antar dinas. Pada instansi kabupaten dan kota,
tour of duty antar kecamatan dan antar dinas kabupaten dan kota.
Mutasi dalam konteks mobilitas staf merupakan perpindahan tugas atau
perpindahan lokasi dalam satu Instansi Pusat, antar-Instansi Pusat, satu
Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat dan Instansi
Daerah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mutasi
dilakukan oleh Pejabat yang Berwenang dalam wilayah kewenangannya.
Pembiayaan sebagai akibat dilakukannya mutasi dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
p. Sistem Penggajian
Sistem gaji berbasis kinerja menetapkan gaji harus sesuai dengan
beban kerja dan tanggung jawab yang dipikul oleh pegawai. Gaji
pegawai tidak boleh terlalu berbeda dari gaji di perusahaan swasta.
Penghargaan dan Gaji
Pegawai ASN yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian,
kecakapan, kejujuran dan kedisiplinan dalam melaksanakan tugasnya
dianugerahkan tanda kehormatan Satyalancana. Tanda kehormatan
tersebut diberikan secara selektif hanya kepada Pegawai ASN yang
memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Setiap penerima tanda kehormatan berhak atas
penghormatan dan penghargaan dari negara. Penghormatan dan
penghargaan dimaksud dapat berupa: 1) pengangkatan atau kenaikan
jabatan secara istimewa; 2) pemberian sejumlah uang sekaligus atau
berkala; dan/atau 3) hak protokol dalam acara resmi dan acara
kenegaraan.
Hak memakai Satyalancana dicabut apabila Pegawai ASN yang
bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai ASN atau tidak
lagi memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pencabutan tanda kehormatan ditetapkan dengan
Keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Gelar,
Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan atas usul Pejabat yang Berwenang.
Disamping penghargaan, Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan
layak kepada Pegawai ASN sesuai dengan beban pekerjaan dan
tanggung jawab Pegawai ASN. Gaji harus memacu produktivitas dan
menjamin kesejahteraan Pegawai ASN. Gaji dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Selain gaji, Pegawai ASN juga
menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Tunjangan tersebut tidak boleh melebihi gaji.
Selain gaji, pemerintah daerah dapat memberikan tunjangan kepada
Pegawai ASN didaerah sesuai dengan tingkat kemahalan. Dalam
pemberian tunjangan, pemerintah daerah wajib mengukur tingkat
kemahalan berdasarkan indeks harga yang berlaku di daerahnya
masing-masing. Tunjangan dimaksud dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai
tunjangan diatur dengan peraturan daerah. Selain gaji dan tunjangan,
Pemerintah memberikan jaminan sosial kepada Pegawai ASN. Jaminan
sosial bertujuan untuk menyejahterakan Pegawai ASN.
q. Sistem Pensiun
Mulai 1 januari 2012 menerapkan sistem pay as you go untuk PNS
(pegawai tetap ASN) dan fully funded system untuk PP (pegawai
kontrak ASN).
Pensiun
Pensiun pegawai ASN yang berstatus PNS dan pensiun janda/duda
diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas
pengabdian ASN. Pegawai ASN yang berhenti dengan hormat berhak
menerima pensiun apabila telah mencapai batas usia pensiun. Pegawai
ASN yang telah mencapai batas usia pensiun, diberhentikan dengan
hormat sebagai Pegawai ASN. Usia pensiun bagi Pegawai Jabatan
Administrasi adalah 58 (lima puluh delapan) tahun. Usia pensiun bagi
Pegawai Jabatan Fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Usia pensiun bagi Pejabat Eksekutif Senior
adalah 60 (enam puluh) tahun. Sumber pembiayaan pensiun berasal
dari iuran Pegawai ASN yang bersangkutan dan pemerintah selaku
pemberi kerja dengan perbandingan 1:2 (satu banding dua).
Pengelolaan dana pensiun diselenggarakan oleh pihak ketiga
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih
lanjut mengenai pensiun Pegawai ASN diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
r. Penyelesaian Perselisihan
Perselisihan tentang pelanggaran nilai dasar dan Kode Etik diselesaikan
melalui BAPEK sebagai badan arbitrase. Perselisihan tentang tindakan
administrasi diselesaikan melalui PTUN. Pelanggaran pidana dan
perdata melalui lembaga peradilan.
Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif dan
Peradilan Tata Usaha Negara. Upaya administratif tersebut terdiri dari
keberatan dan banding administratif. Keberatan yang dimaksud diajukan
secara tertulis kepada atasan Pejabat yang Berwenang menghukum
dengan memuat alasan keberatan dan tembusannya disampaikan
kepada Pejabat yang Berwenang menghukum. Banding administratif
tersebut diajukan kepada Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Secara sistematik hubungan antara RUU ASN dengan berbagai
peraturan perundang-undangan dapat digambarkan dalam matriks
sebagai berikut:
Matrik 2:
Keterkaitan RUU ASN dengan UUD Tahun 1945 dan UU lain
No Materi RUU ASN Peraturan Perundang-Undang Terkait
1 Ketentuan Umum 1. UUD NKRI 1945
2 Jenis, Status, dan Kedudukan 2. UU No 32 Tahun 2004
3 Fungsi, Tugas, dan Peran 3. UU No 11 Tahun 1969
4 Nilai-Nilai Dasar 4. UU No 17 Tahun 2003
5 Hak dan Kewajiban 5. UU No 1 Tahun 2004
6 Kode Etika Pegawai Aparatur
Sipil Negara
6. UU No 28 Tahun 1999
7 Manajemen Pegawai Aparatur
Sipil Negara
Penetapan Kebutuhan dan
Pengendalian Jumlah
Pengadaan
Jabatan
Pola Karir
Penggajian, Tunjangan,
Kesejahteraan, dan
Penghargaan
Sanksi dan Pemberhentian
Pensiun
Perlindungan
Pengangkatan pada Jabatan
Politik
Organisasi
Sistem Informasi
7. UU No 14 Tahun 2005 (Guru dan
Dosen)
8. UU No 2 Tahun 2002 tentang POLRI
9. UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI
10. UU No 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman
8 Kelembagaan
9 Komisi Aparatur Sipil Negara
10 Organisasi Aparatur Sipil Negara
11 Penyelesaian Sengketa
12 Ketentuan Penutup
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Komponen vital Aparatur Sipil Negara yang terdiri dri 4,7 juta PNS dan 363
ribu anggota Polri adalah modal Bangsa Negara yang harus selalu
diperlihara, dikembangkan, dan diperbaharui kapasitasnya untuk
menghadapi tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh bangsa. Karena
pendekatan yang terlalu mikro dan hanya bersifat instansional, modal besar
tersebut kurang tersentuh oleh Program Reformasi Birokrasi Nasional.
2. Amandemen terhadap UUD 1945 sebanyak 4 kali pada 1998 sampai 2002
telah menghasilkan perubahan yang amat mendasar pada berbagai bidang
kehidupan bangsa. Kombinasi sistem demokrasi multi partai dan sistem
presidensiil telah melahirkan pemerintahan koalisi yang stabilitasnya yang
lemah, dan sangat dipengaruhi oleh komitmen dan kepentingan politik dari
anggota-anggota koalisi.
3. Menyadari kondisi tersebut RPJP Nasional 2005-2024 menetapkan
pembangunan Aparatur Negara dilakukan melalui Reformasi Birokrasi,
dimana salah satu komponennya adalah reformasi kepegawaian. Untuk
melaksanakan reformasi kepegawaian tersebut perlu diusulkan perubahan
terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 karena kedua Undang-Undang tersebut tidak
memadai lagi untuk mendukung paradigma manajemen sumber daya
aparatur Negara yang berbasis manajemen strategis sumber daya manusia
(strategic human resource management).
4. Berdasarkan perspektif Strategic Human Resource Management tersebut
RUU ASN mengusulkan penetapan PNS dan PP sebagai pegawai profesi
bernama Aparatur Sipil Negara yang memiliki nilai dasar, etika profesi,
kualifikasi dan standar kompetensi yang ditetapkan dengan Undang-
Undang.
5. Untuk memimpin lebih kurang 2,2 juta pegawai ASN yang bertugas
menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan negara, dan 2,5 juta yang
menjlankan tugas pelayanan pendidikan, kesehatan, pembangunan
pertanian, pembangunan prasarana dan sarana tansportasi dan
komunikasi, RUU ASN mengusulkan pembentukan Aparatur Eksekutif
Senior (AES), yang dikelola secara terspisah dari pengelolaan pegawai
Aparatur Sipil Negara yang menduduki Jabatan Administrasi dan Jabatan
Fungsional. Pegawai AES adalah bagian dari pegawai ASN yang
pengelolaannya dilakukan secara nasional dengan status sebagai pegawai
pemerintah pusat dan dikelola langsung oleh KASN.
6. Sejalan dengan itu RUU ASN untuk lebih meningkatkan penerapan prinsip
merit dalam setiap tahap manajemen kepegawaian ASN, diusulkan untuk
mengganti sistem kepegawaian berbasis karir (career based personnel
management) dengan sistem manajemen kepegawaian berbasis jabatan
(position based personnel management) yang menjadi best practices di
banyak Negara maju.
7. Selama satu dekade melaksanakan Reformasi terdapat bukti-bukti yang
meyakinkan bahwa terjadi erosi yang cepat terhadap peran pegawai ASN
sebagai perekat NKRI. Peningkatan etnosentrisme dalam manajemen
kepegawaian ini harus segera diatasi agar pegawai ASN dimasa depan
kehilangan fungsinya sebagai perekat Negara bangsa. Untuk itu
kewenangan pembinaan manajemen pegawai ASN akan didelegasikan oleh
Pemerintah kepada Gubernur sebagai kepanjangan tangan dari
Pemerintah.
8. RUU ASN ini juga mengusulkan penataan dalam pelaksanaan kewenangan
pembinaan pegawai ASN yang secara konstitusional berada pada Presiden.
Fungsi Presiden sebagai Pembina Tertinggi Profesi ASN tetap berlaku,
tetapi dalam melaksanakan kewenangan tersebut Presiden mendelegasikan
kewenangan pengaturan profesi ASN kepada Komisi Aparatur Sipil Negara,
dan mendelegasikan kewenangan pendayagunaan pegawai ASN kepada
Menteri. Selanjutnya LAN akan menjalankan tugas melaksanakan penelitian
dan pengkajian administrasi Negara dan menyelenggarakan diklat
pengembangan kepemimpinan pegawai ASN. BKN diberikan tugas untuk
menyelenggarakan administrasi kepegawaian untuk PNS dan PP serta
membina pelaksanaan administrasi kepegawaian oleh instansi pusat dan
daerah.
B. SARAN
Mengamati Program Reformasi Birokrasi yang ditempuh oleh Pemerintah
sebagaimana tertuang dalam Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map
Reformasi Birokrasi 2010-2014 belum terlalu menyentuh perubahan mendasar
guna membangun kekuatan dan kemampuan pegawai Aparatur Sipil Negara
oleh Instansi Pemerintah yang berwenang, disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. DPR bersedia mempertimbangkan penggunaan hak inisitatif untuk
mengajukan RUU Aparatur Sipil Negara.
2. Pegawai Aparatur Negara termasuk Aparatur Sipil Negara merupakan
modal Bangsa dan Negara yang harus selalu dijaga dengan baik,
dikembangkan, dan dihargai. Karena itu disarankan untuk menerapkan
managemen kepegawaian Aparatur Sipil Negara yang membantu dan
mendukung para Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah yang
tergabung dalam ASN untuk merealisasikan seluruh potensi mereka
sebagai pegawai pemerintah dan sebagai warganegara. Paradigma ini
mengharuskan perubahan dari perspektif lama manajemen kepegawaian
yang menekankan hak dan kewajiban individual pegawai menjadi perspektif
pengembangan sumber daya manusia (human resourse development)
Aparatur Sipil Negara serta pola baru manajemen untuk menjawab berbagai
tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia pad Abad 21.
3. Untuk memberikan landasan hukum untuk pola manajemen pemerintahan
Negara dan manajemen pengembangan sumberdaya manusia Aparatur
Negara tersebut dipandang perlu mengajukan perubahan menyeluruh
terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 dengan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara yang
menerapkan paradigma dengan perspektif pengembangan sumber daya
manusia pada profesi aparatur Sipil Negara.
4. Untuk melaksanakan paradigm berperspektif pengembangan sumber daya
manusia tersebut diperlukan penerapan sistem manajemen Aparatur Sipil
Negara berbasis jabatan (position-based personnel management system)
dengan menerapkan asas merit dalam setiap tahap management
pengembangan sumber daya Aparatur Sipil Negara, khususnya pada
seleksi, pengangkatan, penempatan, dan promosi pegawai ASN.
5. RUU ASN ini sekaligus juga harus digunakan untuk melakukan reformasi
total terhadap sistem penggajian pegawai ASN berbasis kinerja, dan
terhadap sistem pensiun pegawai ASN. Sistem pensiun yang digunakan
selama ini yaitu sistem pensiun pay as you go yang membebankan
pembayaran manfaat pensiun sepenuhnya pada APBN, dan akan mencapai
jumlah Rp 85-90 triliun rupiah per tahun pada 2015 harus ditinggalkan,
diganti dengan sistem gabungan yaitu penerapan sistem pay as you go
untuk lebih kurang 1.7 juta PNS dan sistem fully funded untuk lebih kurang
3 juta Pegawai Pemerintah.
DAFTAR REFERENSI
Ambar Widaningrum. et.al., Governance Reform in Indonesia and Korea: A
Comparative Perspective. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press,
2011.
Asian Development Bank. Country Governance Assessment Report: Republic
of Indonesia. Manila. Asia Development Bank. 2004.
Geoff Dixon and Danya Hakim. Making Indonesia s Budget Decentralization
Works, Research in Public Policy Analysis and Management, Vol 18. Pp
207-245.
Helen de Cieri, Robin Kramar, Noe Hollenbeck, and Gerhart Wright. Human
Resource Management in Australia. Sydney. Mc Graw-Hill Australia Ltd.
2005.
Lawrence R. Jones, Kimo Schedder, and Ricardo Mussari. Strategies for Public
Management Reform, Research in Public Policy Analysis and
Management, Vol. 13.
Mark Turner, et.al., Human Resource Management and Regional Autonomy.
Canberra. Crawford School of Economics and Government, The Australian
National University, 2009.
Office of Personel Management. U.S. of America, Strategic Human Resource
Management: Alligning with Organization s Mission. Washington DC,
OPM, 1999.
Sekretariat Negara R.I. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian Negara. Jakarta, Setneg RI: 1975
____________________ Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian Negara. Jakarta: Setneg RI, 2000.
_____________________ Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Jakarta: Setneg RI. 2004.
______________________ Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Daerah. Jakarta, Setneg R.I. 2004.
Sofian Effendi, Second Generation Reform of Indonesian Public Administration,
Paper presented at International Seminar on Administrative Sciences,
held jointly by the National Institute of Public Administration and the
International Association of Administrative Sciences, Denpasar, Bali, July 14-
16, 2010.
____________, Reformasi Aparatur Negara, White Paper. Jakarta. National
Agency for Civil Service Administration. 1999.
Stein Kristiansen and M. Ramli. Buying an Income: The Market for Civil Service
Positions in Indonesia. Contemporary Southeast Asia, 26, No. 2 (20089),
pp 207-233.
60
Stein Kristiansen, Agus Dwiyanto, Agus Pramusinto, and Erwan Agus Putranto.
Public sector reforms and financial transparency: experiences from
Indonesian districts. Contemporary Southeast Asia. April 2009. P 2.
UN-Indonesia. Report on the Achievement of Millenium Development Goals,
Indonesia, 2007. Jakarta. UN and National Development Planning Board.
2007.
World Bank. Mission Report: A World Bank Programming Mission on Civil
Service Reform to Indonesia, 2-13 February, 2009. Jakarta: The World
Bank. 2009.

Comments

Popular posts from this blog

Info Lowongan Kerja PT. SAI APPAREL INDUSTRIES GODONG GROBOGAN

PT. SAI APPAREL INDUSTRIES Godong mulai membuka lowongan pekerjaan untuk beberapa divisi. Pabrik garmen yang berlokasi di desa Harjowinangun kecamatan Godong, Kabupaten grobogan ini menurut petugas lapangan akan mulai beroprasi sekitar bulan November atau akhir tahun ini. Jika teman-teman ingin melamar segera persiapkan kebutuhan berkas antara lain; Surat Lamaran kerja, fc. KTP 3 lembar, Pas Foto 3x4 3 lembar, fc. ijasah, fc. KK, CV atau daftar riwayat hidup, fc. Akte Lahir, fc. SKCK, Keterangan Vaksin Corona, dan Surat keterangan Dokter. Persyaratan tersebut wajib dipenuhi karena jika tidak maka tidak akan diproses. Kemudian menunggu untuk dipanggil sebagai proses recruetment ketahap selanjutnya apakah akan di terima atau tidak. Jika teman-teman belum membuat Surat Keterangan Dokter atau baru akan bermaksud membuatnya dihari dimana akan melamar kerja, maka bisa di Puskesmas Kebonagung. Tapi tentu saja ada biaya yang harus ddikeluarkan yaitu sebesar kurang lebih Rp. 25.000,-. Hal itu ...

Pro-Kontra Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

Pro-Kontra UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Setelah melalui perdebatan panjang selama 7 tahun akhirnya sidang paripurna DPR RI, Rabu 18 Desember 2013 menyetujui rancangan Undang-Undang Desa untuk disahkan menjadi Undang-Undang Desa. Ribuan Kepala Desa diseluruh Indonesia menyambut dengan gegap gempita dan penuh dengan sukacita , kecuali beberapa daerah. Keistimewaan Undang-Undang Desa Mengapa Undang-Undang Desa yang disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Januari 2014 itu terasa begitu istimewa?  Bahkan berkali-kali Kepala Desa dari beberapa daerah di Indonesia berkumpul...

Hibah dan Bantuan Sosial

POLITISASI HIBAH/BANSOS Salah satu hal yang menarik dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun Anggaran 2012 di Propinsi dan Kabupaten/Kota adalah pembahasan anggaran terkait Pos Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial. Tarik ulur antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota terkait dengan adanya ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 32 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang...